Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Oposisi Pasca Tradisi

Judul: Oposisi Pasca Tradisi
Penulis: Hassan Hanafi
Penerbit: Syarikat, 2003
Tebal: 315 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok Kosong


Buku ini merupakan salah satu karya Hassan Hanafi yang penting untuk dibaca sekaligus sebagai bukti ketajaman Hassan hanafi dalam mengeksplorasi khazanah pemikiran islam kontemporer. Buku “oposisi pasca tradisi” tidak kalah penting jika dibandingkan dengan “yasar al islam” (kiri islam).

Lewat analisis yang tajam dibantu dengan pemahaman ke-Islaman yang memadai, Hassan hanafi jkemudian mencoba melacak genealogi perkembanagan tradisi semenjak zaman Islam klasik hingga zaman moderen.

Menariknya karena poembacaan hanafi terhadap tradisi tidak sekadar pembacaan an sich tetapi juga disertai dengan berbagai kritikan yang membuat tradisi terfilter sendiri. Menurutnya, secara ideal tradisi selalu mengalir sehgingga ia tetap ramah dalam menyapa setiap realitas zaman agar tidak kaku namun dalam perjalanannya tradisi sering dibekukan oleh penguasa untuk kepentingan kekuasaan dan kaum konservatif untuk membenarkan keabsahan klaim ideologis sehingga selalu ada dua kutub tradisi yakni tradisi penguasa dan tradisi oposisi.

Ruang public sejarah islam kontemporer selalu diwarnai oleh pertarungan antara dua kutub utama, kaum konservatif yang ingin mencomot seratus persen tradisi masa lalu ke masa sekarang vis a vis kaum sekuler yang berkehendak membuang semua tradisi masa lalu, bagi hanafi kedua kutub tersebut sama-sama gagal menangkap spirit kemajuan.

Kaum konservatif dikatakan gagal karena ingin memasangkan baju abad pertengahan ke manusia moderen sementara kaum sekuler juga dikategorikan gagal karena berhasrat memberangus semua tradisi masa lalu kemudian menjadi barat sepenuhnya hal ini layaknya manusia yang memiliki kepala namun pikirannya tidak berasal dari hasil perenungan kepalanya.

Dalam konteks tersebut ghanafi lalu menawarkan jalan tengah (pembacaan ulang terhadap tradisi) yang diyakininya mampu menangkap spirit kemajuan, “pembacaan ulang terhadap tradisi” meniscayakan adanya filterisasi sehingga ada tradisi tertentu yang memang harus ditinggalkan edan ada yang tetap harus diapresiasi dan di up to date kan karena pembacaan ulang terhadap tyradisi tidak melulu berorientasi ke masa lalu tetapi juga ke masa depan.

Item tersebut termasuk penting karena faktanya tradisi yang pernah lahir di panggung peradaban Islam juga mengusung ide-ide kemajuan, dengan ungkapan lain tradisi pencerahan tidak hanya lahir di barat moderen melainkan semua peradaban termasuk peradaban islam yang juga pernah melahirkan tradisi pencerahan.

Untuk mendukung proyek besar itu maka dibutuhkan ilmu filsafat sejarah (seperti yang pernah diuraikan oleh Ibnu Khaldun dalam buku mukaddimahnya), ilmu filsafat sejarah menjadi penting sekurang-kurangnya untuk melakukan pendasaran konsep sejarah dalam tradisi lama agar kita mampu mengetahui realitas sejarah serta menjalankan tradisi sesuai dengan realitas kesejarahannya.

Karena tradisi selalu terkait dengan ranah sosial maka untuk mewujudkan kebangkitan Islam maka dibutuhkan perangkat ilmu sosial, perlu dicatat bahwa perangkat ilmu social barat tidak sepenuhnya mampu mendukung cita-cita kebangkitan Islam sebab ilmu social barat terlalu sewenang-wenag dalam mengovergeneralisasi seluruh realitas social dengan memplot realitas social barat sebagai tolak ukur utama,sehingga ia tidak bisa menganalisis secara tepat seluruh fakta sosial di dunia timur, olehnya itu harus ada penciptaan ilmu sosial baru (ilmu sosial nasional) sebab ilmu sosial lama lebih bersifat orientalistik yang selalu menempatkan barat sebagai eropasentris maka ilmu sosial baru seharusnya bersifat oksidentalistik agar timur mampu melihat dirinya sendiri, pendapat Hassan hanafi ini sejalan dengan pandangan Briyan  turner dalam buku sosiologi post modernisme  yang juga mengkritik ilmu social moderen karena masih dianggap bias orientalisme sehingga cenderung memaksakan barat diatas the other.

Memang terasa wajar ketika sebagian kalangan menganggap ide penciptaan ilmu sosial baru dianggap terlalu muluk-muluk karena Hassan hanafi sendiri belum memformulasikan teori ilmu sosial baru yang ia maksudkan atau paling tidak ia menyebut salah seorang teoritikus ilmu sosial dari dunia Islam yang telah memformulasikannya.