Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

J.B. Sumarlin: Cabe Rawit yang Lahir di Sawah

Judul: J.B. Sumarlin: Cabe Rawit yang Lahir di Sawah
Penulis: Bondan Winarno
Penerbit: Penerbit Buku Kompas, 2012,
Tebal: 359 halaman

Jika mendengar nama J.B. Sumarlin, tentu ingatan kita langsung tertuju pada sejarah politik Indonesia era Orde Baru. Lelaki yang lahir di sawah daerah Blitar, Jawa Timur, 7 Desember 1932, itu memang menjadi bagian dari kelompok elite yang pernah selama lebih dari tiga dekade berperan besar menentukan arah pembangunan Indonesia pada masa kekuasaan Presiden Soeharto.

Di masa itu, selama empat periode, ia menempati berbagai pos penting di pemerintahan. Ia pernah menjadi Menteri Penertiban dan Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Perencanaan Pembangunan merangkap Ketua Bappenas, dan Menteri Keuangan. Saat menjadi Menteri Keuangan itulah, pada 1989, ia dinobatkan sebagai "Finance Minister of the Year" oleh majalah prestisius Euromoney.

Bahkan, purnatugas di Kabinet Pembangunan, ia masih dipercaya menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sekaligus mengemban tugas Bank Dunia sebagai Ketua Tim Restrukturisasi Ekonomi Kyrgyzstan. Kini ia masih menjadi guru besar (emeritus) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sosoknya yang pintar dan sederhana dapat kita jadikan sebagai cermin. Sumarlin mampu menerapkan disiplin terhadap anak-anaknya untuk bersikap dewasa dan tidak "mendompleng" fasilitas negara selama ia menjabat. Ia memang menurunkan ajaran sang kakek kepada anak-anaknya: ojo dumeh! Jangan membangga-banggakan pangkat dan jabatan. Malah, meski sangat sibuk, ia selalu hadir untuk mengambil rapor anak-anaknya dan meluangkan waktu untuk berbincang dengan para guru soal prestasi dan tabiat anak-anaknya di sekolah.

Uniknya, buku ini mengidentikkan sistematikanya dengan anatomi pohon: mulai akar, batang, dahan, cabang, daun, bunga, sampai buah. Bondan Winarno, yang terkenal sebagai pembawa acara "Wisata Kuliner" di sebuah stasiun TV swasta itu, menunjukkan kepiawaiannya dalam "memasak" bahan tulisan.

Diawali dengan "Akar", Bondan bertutur seputar asal-usul Sumarlin yang lahir di tengah sawah hingga menikah. Kemudian berlanjut pada sosok Karmilah-Sapoean, kedua orangtuanya, bahkan sampai pembahasan Toedjo Towinangoen, kakeknya dari jalur ibu. Terkuak kisah Sumarlin berasal dari keluarga broken home: kedua orangtuanya bercerai saat ia berusia lima tahun. Itu sebabnya, hubungan Sumarlin dengan sang kakek menjadi istimewa.

Dalam anatomi selanjutnya --mulai "Batang", "Dahan", "Cabang", "Daun", "Bunga", hingga "Buah"-- ia mengisahkan perjalanan karier Sumarlin sejak menjadi pegawai NV Sar's, juga riwayat pendidikannya hingga menjadi guru besar ilmu ekonomi Universitas Indonesia. Di enam bagian tulisan ini pula diungkapkan setiap detail perjalan hidup Pak Marlin sebagai pejabat negara dan petinggi pemerintahan: dari posisi Deputi Ketua Bappenas hingga duduk memimpin tak kurang dari lima kementerian, sampai akhirnya dipercaya menjadi Ketua BPK.

Buku ini bukan sekadar biografi Sumarlin sebagai ekonom kelas dunia dan seorang putra terbaik bangsa. Di dalamnya juga ada kisah manusiawi Sumarlin sebagai anak yang lahir dalam keluarga petani di pedesaan Jawa Timur. Dengan sangat manis, Bondan berkisah tentang Sumarlin yang melewatkan masa remajanya dengan kerja keras dalam kondisi penuh derita yang nyaris membuatnya putus asa.

Sumarlin adalah menteri yang paling sering mendapat jabatan rangkap, termasuk menjadi menteri ad interim. Ia, misalnya, dua kali menjadi Menteri Pendidikan ad interim, dua kali menjadi Menteri Pertambangan dan Energi ad interim, dua kali menjadi Menteri Perhubungan, tiga kali menjadi Menteri Perdagangan, dan tiga kali menjadi Menteri Transmigrasi dan Koperasi. Setiap kali menjabat sebagai menteri ad interim, Sumarlin hampir selalu melakukan gebrakan-gebrakan yang mengejutkan.

Membaca buku ini, kita bisa bercermin pada Sumarlin, sosok manusia Indonesia yang pintar dan bersahaja yang jarang kita temukan sekarang.

Akhmad Sekhu
Pengamat buku yang bergiat di Pustaka Pancoran