Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Nurcholish Madjid Islam Kemodernan dan Keindonesiaan

Judul: Islam Kemodernan dan Keindonesiaan
Penulis: Nurcholish Madjid
Penerbit: Mizan, 1993
Tebal: 344 halaman
Kondisi: Bekas (cukup)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Wacana tentang kebangkitan Islam bukanlah sebuah inovasi (bid’ah) maupun sesuatu yang baru, juga bukan aspek eksklusif dari misi penyebaran Islam (dakwah). Gagasan reformasi (kebangkitan) Islam mempunyai sejarah yang sangat panjang dan rumit. Hal itu ditandai dengan kemunculan para pemikir pembaru Islam; mulai dari Al-Ghazali, Muhammad Abduh, Fazlur Rahman, hingga Nurcholis Madjid (Cak Nur).

Seiring dengan perkembangan sains dan perubahan zaman yang semakin sekuler ini, tuntutan pembaruan dalam pemikiran islam menjadi suatu keniscayaan. Islam harus lebih terbuka dan tidak menutup diri dari modernisasi. Karena itulah, Cak Nur dengan getol memperjuangkan sekularisme di Indonesia. Sekularisme, modernisme, dan liberalisme adalah tre-gendre yang diusung Cak Nur dalam upaya reformasi islam, khususnya di Indonesia.

Untuk mengetahui sejauh mana ide-ide pembaruan (modernisasi) yang diusung cak Nur, kini telah hadir untuk keduakalinya buku berjudul Islam, kemodernan, dan Keindonesiaan yang ditulis oleh Cak Nur sendiri. Buku ini merupakan edisi baru (hard cover) karya original sang pembaru Islam Indonesia tersebut. Harus diakui, buku ini adalah magnum opus yang menampilkan secara lengkap pikiran-pikiran utama Cak Nur lewat tulisan-tulisannya sendiri mengenai persoalan-persoalan masa kini; Islam, modernisme, dan keindonesiaan.

Cak Nur adalah salah satu tokoh neomodernisme Indonesia. Pemikiran-pemikirannya merupakan pengembangan dari pemikiran Fazlur Rahman, sang bapak neomodernisme asal Pakistan. Neomodernisme adalah suatu metode yang mencoba melihat dan memahami pemikiran-pemikiran Islam dan Barat secara utuh dan padu. Bagi Cak Nur, Islam harus dilibatkan dalam persoalan-persoalan modernistik, sebab Islam mengandung nilai-nilai modernitas dalam setiap ajarannya.

Dalam pandangannya, ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak sesuai dengan konteks zaman modern hendaknya direkonstruksi dan direformulasi. Mengenai hal ini, ia berusaha memadukan antara nasionalisme, modernisme, dan Islam untuk konteks keIndonesiaan. Adapun cita-citanya sebagai sang pembaru adalah mewujudkan jiwa keindonesiaan yang Islami, bukan berarti Indonesia harus menjadi negara Islam, melainkan Islam di Indonesia hendaknya terbuka terhadap modernisme beserta anak turunannya (pluralisme, liberalisme, dan sekularisme).

Melanjutkan para perambah modernisme (klasik) di masa-masa lampau, ia berpendapat bahwa Islam harus dilibatkan dalam pergulatan-pergulatan modernistik. Namun, berbeda dengan para pendahulunya, kesemuanya itu tetap harus didasarkan atas kekayaan khazanah pemikiran keislaman tradisional yang telah mapan. Dengan demikian, niscaya kejayaan Islam masa lampau akan terwujud.

Namun pada kenyataannya, tidak semua umat Islam mau menerima dan terbuka terhadap perubahan (modernisme). Banyak juga yang, langsung atau tidak, menolak dan mengecam modernisme sebagai ancaman yang berbahaya bagi eksistensi islam. Akibat pandangan itulah, hingga saat ini pintu kejayaan islam belum juga terbuka. Tiga isu besar di abad modern (Pluralisme, sekularisme, dan modernisme) dinilai sebagai ancaman bagi Islam yang harus dijauhi dan diperangi. Dalam konteks inilah, ide-ide modernisme Cak Nur memegang peran yang signifikan. Menurutnya, Islam harus dipahami secara komprehensif, bukan parsial. Pemahaman terhadap Al-Qur'an dan hadis haruslah sistematis, rasional dan utuh. Dengan begitu, umat Islam dapat menangkap pesan-pesan moral-universal dalam ajaran Islam.

Sungguh menarik sekali membaca buku setebal 452 halaman ini. Di dalamnya, kita akan disuguhi ide-ide cemerlang Cak Nur. Bagai samudra yang luas, buku ini menyimpan banyak informasi dan pengetahuan yang komprehensif dan detil tentang Islam. Karena itu, buku ini wajib dibaca siapa saja yang menginginkan Islam maju dan jaya seperti dulu lagi. Di samping itu, lewat buku ini, penulis berusaha menyadarkan kita (kaum muslim) bahwa kebangkitan peradaban Islam hanya bisa terjadi jika umat Islam mampu memahami agamanya secara utuh, sistematis, dan rasional.

Akhirnya, semoga kehadiran buku Cak Nur ini dapat menghidupkan kembali pemikiran-pemikirannya di Indonesia dan menjadi kunci terbukanya pintu pencerahan bagi umat Islam.

Tak sulit disepakati bahwa Nurcholish Madjid adalah seorang pemikir-Muslim modernis atau, lebih tepat, neomodernis—menggunakan peristilahan yang sering ia sendiri lontarkan. Maka, melanjutkan para perambah modernisme (klasik) di masa-masa lampau, Nurcholish Madjid berpendapat bahwa Islam harus dilibatkan dalam pergulatan-pergulatan modernistik. Namun, berbeda dengan para pendahulunya, kesemuanya itu tetap harus didasarkan atas kekayaan khazanah pemikiran keislaman tradisional yang telah mapan. Di segi lain, sebagai pendukung neomodernisme, ia cenderung meletakkan dasar-dasar keislaman dalam konteks nasional—dalam hal ini, keindonesiaan.

Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan ini—di tengah berbagai pembahasan atas tokoh ini—adalah buku pertama yang menampilkan secara lengkap pikiran-pikiran “tangan pertama” Nurcholish Madjid, lewat tulisan-tulisannya sendiri mengenai soal-soal di atas. Meliputi rentang waktu tak kurang dari dua dasawarsa, antologi ini memuat pula pikiran-pikirannya tentang sekularisasi, plus tinjauan-tinjauan kembalinya atas “heboh intelektual” yang disulutnya itu—tak kurang dari lima belas tahun setelah itu.

“Setiap pembaru, di mana pun di muka bumi ini, hampir pasti selalu dilawan, dicaci-maki, dan dimusuhi, tetapi ajaibnya diam-diam diikuti. Ini juga berlaku atas cendekiawan Indonesia Nurcholish Madjid yang telah bekerja keras untuk mengawinkan keislaman dan keindonesiaan, sebuah sumbangan berharga tinggi telah diberikannya kepada bangsa ini.”
—Ahmad Syafii Maarif, Mantan Ketua PP Muhammadiyah