Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Bukan 350 Tahun Dijajah

Judul: Bukan 350 Tahun Dijajah
Penulis: G.J. Resink
Penerbit: Komunitas Bambu, 2012
Tebal: 366 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 110.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Sejarah kolonialisme Belanda di Nusantara tampaknya harus ditulis ulang. Selama ini, hampir semua buku sejarah, terutama buku ajar sekolah, menyatakan bahwa Indonesia (Nusantara) mengalami penjajahan selama 350 tahun. Faktanya, itu hanyalah mitos sejarah yang terlalu dibesar-besarkan, mengingat kekuasaan Belanda yang besar baru tercapai menjelang meletusnya Perang Dunia II.

Demikian diungkapkan Getrudes Johannes Resink, seorang ahli hukum, penyair, dan sejarawan dalam buku berjudul Bukan 350 Tahun Dijajah ini. Sebuah karya sejarah yang menggunakan pendekatan hukum internasional.

Usaha menulis ulang sejarah Indonesia sejatinya dimulai sejak era pendudukan Jepang. Sayangnya, referensi yang digunakan masih literatur yang sama dengan sebelumnya, sehingga gagal menghadirkan fakta baru. Sedangkan Resink lebih memilih menempuh jalur yang berbeda, berdasarkan data dari dunia perundang-undangan dan para ahli hukum sebagai dasar penelitiannya.

Hasilnya, tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa banyak kerajaan di Indonesia yang belum pernah takluk di bawah cengkeraman tangan besi hukum negara Hindia Belanda. Pasal 25 tahun 1836 dalam Peraturan Tata Pemerintahan Hindia Belanda menyimpulkan, "Di sekitar kerajaan Hindia Belanda terdapat raja-raja Hindia yang merdeka, meskipun berjumlah sangat sedikit" (halaman 64).

Pembongkaran perspektif sejarah berbasis Eropasentris dan Belandasentris menjadi langkah yang pertama kali dilakukan Resink. Hal ini perlu dilakukan karena, menurut dia, penggalian sumber-sumber baru dan pembacaan kembali sumber-sumber lama dengan pandangan dan sikap bebas dari mitos yang telah ditanamkan historiografi kolonial akan memberi gambaran lain tentang masa lalu Indonesia.

Dalam buku berisi 14 tulisan hasil penelitiannya mengenai sejarah Indonesia ini, Resink berkesimpulan bahwa angka 350 tahun merupakan mitos yang sengaja diembuskan politisi kolonial yang, sayangnya, diyakini sebagai kebenaran oleh Pemerintah Republik Indonesia. Padahal, taksiran Resink, Belanda menjajah Nusantara tidak lebih dari 40 tahun.

Pada masa berlakunya Undang-Undang Tarif Hindia Belanda (1873), kerajaan-kerajaan di Nusantara dipandang sebagai subjek istimewa hukum internasional yang dilengkapi dengan kedaulatan atau hak-hak daulat. Menariknya, raja-raja Hindia bukan merupakan kekuasaan asing, melainkan raja-raja pribumi merdeka dan berswapraja dalam wilayah Hindia Belanda yang telah mengakui ketuanan Ratu Belanda dan menjadi raja-raja bawahannya, misalnya Surakarta, Yogyakarta, Goa, dan Lombok.

Kedaulatan bukan hanya dimiliki negeri-negeri yang merdeka, melainkan juga oleh para raja dan negeri-negeri yang telah melakukan perjanjian dengan Belanda dan mengakuinya sebagai penguasa tertinggi. Raja-raja itu masih berdaulat di dalam wilayah masing-masing.

Bahkan, dengan mengutip Split, Resink menyatakan bahwa baru setelah tahun 1881, secara bertahap pemerintah kolonial mengharuskan bendera Belanda dikibarkan, baik di darat maupun laut. Sebelumnya, kapal-kapal pribumi masih menggunakan bendera sendiri di lautan bebas. Klaim Belanda atas lautan bebas baru dimulai setelah mereka menyadari kekayaan laut Nusantara, terutama mutiara.

Meski demikian, klaim itu hanya berlaku pada teritori Hindia Belanda, sedangkan perairan lain tetap berada di bawah kekuasaan negara yang masih eksis berdiri. Misalnya Bali, Jambi, Riau, Gunung Tabur (Kalimantan Timur), dan negeri-negeri di Sulawesi Selatan.

Buku setebal 366 halaman ini berhasil mengubah pandangan terhadap masa lalu, khususnya tentang keadaan Indonesia pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Selain itu, meski pada awalnya hanya mempelajari sejarah hukum konstitusi, buku ini memberi implikasi lebih luas, yaitu memperjelas suasana serta hubungan internasional di Kepulauan Nusantara antara negeri Hindia Belanda di Batavia dan negeri-negeri pribumi.

Walhasil, sebagaimana dikatakan Taufik Abdullah dalam prakata buku ini, Resink berjasa penting memperkenalkan pendekatan umum internasional dalam menelaah sejarah kolonialisme di Indonesia. Dan kesimpulan penelitiannya bahwa kekuasaan Belanda yang dikatakan selama 350 tahun di Kepulauan Indonesia itu sebenarnya tak lebih dari mitos politik belaka yang tak bisa bertahan melawan ujian kebenaran sejarah.

Noval Maliki
Direktur Demi Buku Institute, Yogyakarta