Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Porno!: Feminisme, Seksualitas, dan Pornografi di Media

Porno!: Feminisme, Seksualitas, dan Pornografi di Media
Penulis: Ahmad Junaidi
Penerbit: Kompas Gramedia, Jakarta, 2012, xvii + 135 halaman

Masih ingat sosok Ainur Rokhimah yang lebih dikenal dengan nama panggungnya, Inul Daratista? Sosok fenomenal ini mulai dikenal publik ketika media memberitakan maraknya piringan video bajakan berisi kegiatannya menyanyi di kampung, yang direkam kamera amatir dengan mutu gambar dan suara alakadarnya.

Perempuan kelahiran Pasuruan, Jawa Timur, 21 Januari 1972, ini menjadi semakin terkenal ketika Rhoma Irama hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) satu suara dalam menilai aksi panggungnya. Inul dianggap melanggar norma-norma agama dan merusak moral bangsa. Hampir semua media elektronik dan cetak serta internet pernah membahas dan memberitakan Inul.

Oleh penentangnya, penampilan dan goyangan Inul digolongkan ke dalam pornografi. Sebagian orang lainnya menyebutnya pornoaksi, istilah yang pertama dipakai MUI untuk menyebut gerakan atau tindakan yang bersifat porno.

Alex Junaedi kemudian menjadikan kasus Inul sebagai bahan penelitiannya. Ia mencoba mempertanyakan wacana seksualitas perempuan dalam media cetak. Alex juga ingin melihat posisi media cetak menyikapi keberatan sebagian masyarakat terkait isu pornografi. Adapun media cetak yang diteliti adalah Gatra, Tempo, Kompas, Republika, Sabili, dan Basis.

Awalnya, buku ini adalah tesis berjudul "Media Massa dan Ponografi: Pro-Kontra Pemberitaan Inul Daratista dalam Media Cetak Nasional, saat Alex mengikuti program magister di Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia. Ia mengambil program kajian perempuan.

Dalam kaitannya dengan media massa, banyak penelitian dan laporan ilmiah yang menyimpulkan bahwa media massa masih membawa bias berkenaan dengan pemberitaan seputar perempuan. Perempuan masih dianggap sebagai properti. Alex menggunakan analisis bingkai (framing analysis) yang mencoba membuka ideologi tersembunyi dari sebuah berita. Pesan yang mungkin tidak secara eksplisit tertulis dalam sebuah berita dicoba dijelaskan dengan analisis bingkai ini.

Hasilnya, Kompas dan Tempo tidak memasukkan Inul dalam kategori pornografi. Sedangkan Gatra mengaitkannya dengan pornografi, meskipun masih ada pro dan kontra antara ulama dan masyarakat umum. Republika dan Sabili mengaitkan kontroversi seputar Inul dengan erotisme dan pornografi dan berharap pihak yang berwenang melarangnya. Basis mengaitkan kontroversi Inul dengan seksualitas, tapi tidak mengaitkannya dengan pornografi.

Di lain pihak, televisi juga memiliki andil menyumbangkan kontroversi seputar Inul. Kompas menyatakan, kerja keras Inul dan peran media televisi membantu kepopuleran Inul. Sedangkan media cetak lainnya menganggap kepentingan rating dan iklan mengangkat popularitas, bahkan cenderung mengeksploitasi, Inul.

Alex menulis buku ini dengan bahasa yang lugas, mengalir, dan mudah dipahami. Buku ini juga mengingatkan kembali pembacanya pada fenomena Inul hampir satu dekade lalu. Buku ini terlihat relevan dengan kondisi saat ini, ketika semakin banyak "polisi moral" yang dengan mudah memberi stempel baik dan buruk kepada perempuan.

Rach Alida Bahaweres