Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Perempuan dalam Dunia Kakawin

Judul: Perempuan dalam Dunia Kakawin: Perkawinan dan Seksualitas di Istana Indic Jawa dan Bali
Penulis: Helen Creese
Penerbit: Pustaka Larasan, 2012
Tebal: 330 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 80.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Kakawin atau cerita berformat puisi adalah warisan yang kaya dalam sejarah klasik di Indonesia. Meski fiksi, kakawin tetap penting sebagai sumber informasi perihal posisi sosial kehidupan masyarakat Indonesia di zaman kerajaan kuno. Kakawin terutama bisa dimanfaatkan untuk menilai posisi sosial perempuan, khususnya perempuan keraton.

Kakawin melambangkan pujian umum terhadap kekuasaan istana dan capaian hegemoni melalui kemenangan dalam perang dan persekutuan melalui perkawinan. Wanita yang digambarkan dalam kakawin merepresentasikan konstruksi yang diidealkan mengenai kaum elite istana yang sebagian besar laki-laki dan berkuasa secara politis.

Dalam dunia yang diciptakan oleh penyair, kakawin juga merupakan dunia elite, yakni sebuah dunia yang diikat oleh aturan-aturan lingkungan sosial istana yang sangat ketat. Dan, kakawin juga memberikan model perilaku yang pantas dan perlu ditiru oleh mereka yang memiliki hubungan dekat dengan istana.

Di dalamnya ditekankan kewajiban sosial para laki-laki dan perempuan dari kalangan kesatria, atau kelas pemimpin, yaitu kelompok sosial asal para penguasa yang menjadi patron perpuisian. Tidaklah mengejutkan kalau sumber-sumber kakawin tidak memberikan gambaran umum tentang masyarakat, tetapi sebaliknya merefleksikan kepentingan dan keinginan para elite sosial.

Sebab, dalam hampir semua kakawin, tokohnya dari kalangan bangsawan. Kalaupun ada orang biasa masuk dalam cerita kakawin, mereka adalah abdi dan pembantu yang juga merupakan bagian dari dunia istana.

Kakawin juga bukan merupakan ungkapan kreativitas individu (penyair). Dalam buku ini, Helen Creese menegaskan, para fungsionaris religius di kalangan istana kerajaan di Jawa dan Bali --yang menyandang gelar mpu-- bertugas sebagai juru tulis dan tata usaha pengkajian dalam melestarikan naskah-naskah religius dan sekuler. Mereka ini juga berperan pementasan lisan atau melantunkan karya-karya sastra pada waktu diadakan upacara tertentu.

Ini bersesuaian dengan kajian yang dilakukan P.J. Zoetmulder dalam Kawi and Kakawin (1974), yang menunjukkan peran penyair hanya sebagai anggota keluarga istana, mendampingi rajanya saat bepergian, berburu, dan bahkan saat berperang. Kajian itu secara tidak langsung memberikan pengertian yang sangat berarti bagi pemahaman terhadap hakikat dan fungsi penyair kakawin, serta cara mereka memuji keindahan dan cinta.

Kakawin tertua, Kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa Kuno, ditulis pada pertengahan abad ke-9 dan berakhir pada abad ke-15 atau awal abad ke-16, saat jatuhnya kerajaan Hindu Jawa terakhir. Sebagian besar karya kakawin pra-Islam yang masih bertahan ditulis oleh para penyair istana berada di bawah dukungan penguasa dan bangsawan dalam kerajaan Indic di Jawa. Sementara di Bali, kakawin berkembang sampai akhir abad ke-19 dan berakhir pada saat pengintegrasian Pulau Bali ke dalam wilayah kerajaan kolonial Belanda pada 1908.

Korpus kakawin Bali mencirikan keragaman yang menunjukkan bahwa penulisannya tersebar luas di luar istana. Kira-kira separuh karya kakawin Bali berupa kakawin epik. Sisanya, berupa puisi-puisi lirik yang lebih pendek yang mengandung berbagai topik termasuk tema-tema religius, moral, dan didaktik. Sejumlah kakawin juga berisi seni penulisan kakawin dan beberapa teks lirik pendek yang secara umum dapat dipandang sebagai puisi cinta.

Buku ini mencoba melihat representasi perempuan dan seksualitas serta pranata-pranata istana dan perkawinan dalam kerajaan-kerajaan pengaruh India (Indic) di Jawa dan Bali melalui tradisi kakawin. Helen Creese memulai penelusuran dari para wanita dalam dunia istana—dalam dunia kakawin.

Fokus perhatiannya terletak pada putri-putri bangsawan dan lingkungan pelayan serta dayang-dayangnya yang tinggal di pusat istana yang menjadi latar belakang cerita kakawin. Menelusuri pengalaman mereka dari awal kebangkitan dan kesadaran seksual melalui proses panjang hubungan romantik masa pacaran sampai perkawinan dan pemuasan hasrat seksual.

M. Nafiul Haris
Peneliti di el-Wahid Center, Universitas Wahid Hasyim, Semarang