Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Merampas Tanah Rakyat: Kasus Tapos dan Cimacan

Judul buku: Merampas Tanah Rakyat: Kasus Tapos dan Cimacan
penulis ; Dianto Bachriadi dan Anton Lucas
Penerbit: KPG bekerja sama dengan Yayasan Adikarya Ikapi dan Ford Foundation, 2001.

Studi tentang perampasan tanah di Tapos dan Cimacan ini mengungkapkan persekongkolan antara penguasa dan pengusaha. Didahului cara-cara kekerasan oleh aparat militer dan kepolisian, penyalahgunaan hukum dan pengadilan, intimidasi dan teror, hingga politik pecah belah. Buku ini terdiri dari lima bab dengan panjang 83 halaman. Halaman berikutnya diisi catatan akhir tiap bab, dan lampiran-lampiran.

Cerita diawali ketika Solichin G.P., Gubernur Jawa Barat, diminta Soeharto mencari lahan untuk beristirahat. Karena tanah 2 hektare ditolak Soeharto, Solichin mencari tanah lebih luas, 732 hektare, di Tapos dan Ciomas. Untuk penggarapannya, Solichin memberikan HGU kepada PT Rejo Sari Bumi (RSB), perusahaan yang didirikan Siti Hardijanti, alias Mbak Tutut, Sigit Hardjojudanto, Probosutedjo, dan RM Soemoharyomo.

Awalnya, tanah itu milik NV Cultuur Maatschappij Pondok Gedeh (Belanda), yang setelah dinasionalisasikan menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) XI tahun 1957, dijual kepada perusahaan perkebunan raksasa, PT RSB tadi. Hal yang sama terjadi di Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Cianjur, yang terletak di kaki Gunung Gede- Pangrango, yang diambil paksa PT Bandung Asri Mulia.

Tanah seluas 31,6 hektare itu dibuldoser untuk pembangunan lapangan golf Cibodas, pada 1987. Lewat forum lembaga ketahanan masyarakat desa, pada 6 September 1987, petani penggarap dan buruh dipaksa menerima uang ganti rugi sebesar Rp 30 per m2. Setelah Soeharto lengser, 21 Mei 1998, warga menuntut kembali tanah miliknya. Kedua penulis merekomendasikan agar putusan pengadilan yang tidak adil, di masa Orde Baru, dapat ditinjau kembali.

Oleh: Ronald Panggabean