Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menghadang Negara Gagal: Sebuah Ijtihad Politik

Judul: Menghadang Negara Gagal: Sebuah Ijtihad Politik
Penulis: Dr. Adhyaksa Dault
Penerbit: ReneBook, Jakarta, Agustus 2012, 350 halaman

Pencetus deklarasi kemerdekaan sekaligus bapak pendiri Amerika Serikat, Thomas Jefferson, pernah berujar, hanya ada sedikit negarawan dalam suatu wilayah administratif pemerintahan ketimbang politikus yang jumlahnya bagai serangga. Merujuk pada pendapat Jefferson itu, Indonesia bisa jadi merupakan salah satu negara yang memproduksi politikus busuk lebih banyak ketimbang cerdik cendekia cum negarawan. Lebih celaka lagi, justru banyak politikus kedaluwarsa ini yang merasa diri seorang tokoh bangsa.

Siapa kiranya yang akan kita tulis dalam lanjutan cerita sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang kali ini melawan rakyat sendiri demi gemerlap hidup segelintir kelompok yang berduet dengan asing? Siapa kiranya pemimpin bangsa yang dapat mengurai carut-marut tata kelola negara Republik Indonesia tercinta di tengah konstelasi ideologi politik yang semakin menjauhi semangat Pancasila? Bagaimana kiranya sejarah berjalan dalam simfoni manis kidung sebuah cerita perjuangan melawan yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat?

Berjuta pertanyaan lain mengisi benak setiap manusia Indonesia yang berpikir dan merasa prihatin atas kondisi bangsa kini. Untuk itulah, Adhyaksa Dault mencoba mengurai kegelisahannya dalam buku ini. Sentilan yang disodorkan Fund for Peace (FFP), lembaga survei yang berpusat di Washington, DC, Amerika Serikat, membuat diri dan pikirannya meradang.

Bagaimana tidak, survei itu menempatkan Indonesia sebagai negara dalam bahaya (in danger) yang menuju pada negara gagal. Dalam indeks negara gagal 2012 versi FFP, Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 178 negara. Kegalauan pada stempel "akan menjadi negara gagal" itu membuat Menteri Pemuda dan Olahraga periode 2004-2009 ini menguraikannya lewat tulisan. Sebuah ijtihad, mengutip istilah Adhyaksa sendiri, untuk mendorong Indonesia menjauhi jurang kelam negara gagal lewat penggalian kembali makna kebangsaan bagi Indonesia.

Buku ini menampilkan secara gamblang jalur pemikirannya mengenai Indonesia, lengkap dengan polemik dan dinamika kebangsaan. Kegelisahan juga ditampilkan Adhyaksa mengenai ancaman predikat Indonesia sebagai calon negara gagal jika merunut pada klasifikasi beberapa pemikir. Antara lain Jared Diamond, Noam Chomsky, Stoddard, dan Robert I. Rotberg.

Kuatnya peran pemimpin dinilai Adhyaksa sebagai kunci keberhasilan penyelenggaraan suatu negara. Meski begitu, pemimpin tanpa blue print jelas atas pembangunan negara ke depan juga tidaklah mungkin. Adhyaksa menyodorkan trilogi manajemen negara, yaitu ideologi, organisasi, dan strategi, yang mesti dipunyai seorang penyelenggara negara. Sinergi ketiga hal tersebut menjadi azimat yang menentukan berhasil-tidaknya seorang pemimpin.

Ideologi ibarat mercusuar suatu negara menuju pencapaian kehidupan yang sejahtera lagi makmur dan adil bagi rakyatnya. Perjalanan panjang republik ini mencari format ideologinya akhirnya termaktub dalam Pancasila. Sayangnya, penyelenggaraan negara di republik ini pada masa sekarang jauh dari semangat Pancasila.

Apa yang terjadi di Indonesia saat ini, hingga banyak pihak menempelkan cap negara gagal, patut dicermati. Utamanya, sebagai sebuah pertanda masih jauhnya cita-cita dari kenyataan yang dihadapi --kepemimpinan yang korup dan lobi-lobi yang hanya mementingkan kepentingan golongan tertentu.

Sampai pada trilogi manajemen yang mesti diterapkan oleh siapa pun pemimpin bangsa ini, pemikiran Adyaksa ini boleh disetujui. Tapi tuduhan terhadap paham liberalisme yang merasuk dalam pribadi bangsa pada masa sekarang perlu dikaji lebih lanjut. Sebab Adyaksa menyampaikan liberalisme sebagai sesuatu yang serba-minimal; minimal humanisnya, minimal penegakan hukumnya, minimal toleransinya, dan sederet minimal lain yang mengikis kolektivitas sebagai ciri khas kehidupan berbangsa di Indonesia.

Sementara itu, seperti apa yang sebelumnya dipaparkan mengenai kualitas pemimpin yang berhasil, Adhyaksa merujuk pada subjek. Bukannya merujuk pada ideologi sebagai sebab gagalnya suatu negara. Namun, bagaimanapun, buku yang diluncurkan di Gran Sahid Jakarta, Kamis pekan lau, ini merupakan ijtihad, suatu usulan upaya dari perspektif yang berbeda dari anak bangsa yang patut diapreasi.

Fitri Kumalasari