Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis

Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori Masyarakat Borjuis
Penulis: Jurgen Habermas
Penerbit: Kreasi Wacana, 2007
Tebal: 376 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 70.000 (belum ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312 



Runtuhnya peradaban dan perekonomian dunia pasca Perang Dunia II akibat fasisme menyebabkan orang berpaling pada demokrasi. Akan tetapi, di jantung Jerman yang porak-poranda sendiri, Horkheimer dan Theodor W Adorno justru menerbitkan buku yang bernada pesismis terhadap proyek demokrasi, Dialectics of Enlightenment (1947).

Menurut dua tokoh terkemuka teori kritis Mazhab Frankfurt tersebut, dalam trauma pasca PD II dan munculnya kapitalisme liberal di Amerika, semangat Pencerahan sebagai tonggak pendiri proyek demokrasi telah runtuh. Semangat Renaisans telah gagal menghasilkan masyarakat bebas yang kritis dan rasional. Demokrasi telah terjebak menjadi fasisme, akal budi hanya menyisakan irasionalitas, dan kebudayaan telah menjadi alat hegemoni dan manipulasi.

Kegelisahan intelektual yang digaungkan oleh dua pendahulunya itulah yang menyebabkan Jürgen Habermas, filsuf kontemporer yang paling terkenal dari Mazhab Frankfurt, menerbitkan buku ini yang dalam bahasa aslinya berjudul Strukturwandel der Öffentlichkeit (transformasi struktural ruang publik) pada 1962. Karya yang dalam bahasa Inggris baru diterbitkan pada 1989 ini merupakan hasil riset sosioligis-historis perkembangan ruang publik sejak jaman Renaisans hingga berkembangnya kapitalisme lanjut dewasa ini. Bagi Habermas, pesimisme terhadap demokrasi hanya dapat dijawab dengan optimisme berkembangnya ruang publik yang rasional.

Sebagai ruang yang berkembang di antara masyarakat sipil dan negara, ruang publik merupakan tempat di mana segala informasi yang mengalir deras didiskusikan secara kritis tanpa ada pengekangan dan pembatasan dari otoritas manapun. Di dalamnya berbagai kepentingan umum didiskusikan dalam ruang diskursus yang rasional-argumentatif. Konsensus yang dicapai bersifat intersubjektif mengenai suatu pendapat yang secara argumentatif dipandang lebih baik. Hasil konsensus inilah yang kemudian digunakan untuk mengontrol otoritas negara dan kapitalisme pasar.

Menurut Habemas, sejarah ruang publik di era modern sendiri bermula dari lahirnya kapitalisme-uang dan kapitalisme-niaga (early finace and trade capitalism), ketika elemen-elemen tatanan sosial baru yang berseberangan dengan tatanan feodal pun terbentuk. Sejak abad ke-13, tatanan sosial baru yang berbasis pada kapitalisme-uang dan kapitalisme-niaga menyebar dari negara kota-negara kota di Italia Utara ke seluruh Eropa dan melahirkan sentra-sentra perdagangan barang-barang pokok semisal di Bruges, Luttich, Brussels, dan Paris. Perdagangan sistem jarak jauh yang mereka lakukan juga telah memunculkan pekan raya-pekan raya niaga raksasa (great trade fairs) di persimpangan-persimpangan jalan antarkota-kota besar.

Penemuan peradaban-peradaban baru melalui ekspedisi pelayaran niaga dan penaklukan juga telah memperluas jaringan perdagangan bangsa-bangsa di Eropa. Luasnya jaringan perdagangan ini membuat kebutuhan akan informasi yang cepat dengan jangkauan yang lebih luas menjadi penting. Sejak abad ke-14, surat menyurat tradisional mulai diorganisasikan menjadi suatu sistem korespondensi yang berbasis gilda yang lebih profesional. Pada waktu itu, kota-kota perdagangan yang besar lantas menjadi pusat-pusat bagi lalu lintas berita sekaligus.

Arus informasi yang semakin sarat tersebut akhirnya memunculkan media-media cetak yang khusus untuk menyebarluaskannya ke ranah publik. Tercatat mulai pertengahan abad ke-17, media-media massa, yang saat itu disebut jurnal, terbit dalam bentuk mingguan, bahkan harian, meski kontrol otoritas negara masih cukup kuat. Jurnal-jurnal seperti Journal des Savants (1665), Acta Eruditorum (1682), dan Monatsgesprache (1688), telah dilengkapi dengan tulisan-tulisan berkala, memuat bukan hanya informasi-informasi penting, namun juga instruksi pedagogis, kritik, dan kajian-kajian sosial, sastra, dan politik.

Munculnya jurnal-jurnal mingguan dan harian pada gilirannya juga menciptakan publik pembaca yang semakin luas. Pada abad ke-17 dan 18, kedai-kedai kopi di Inggris, salon di Perancis, dan tischgessellschaften (himpunan-masyarakat meja) di Jerman merupakan tempat-tempat favorit untuk mendiskusikan berbagai informasi yang tengah berkembang. Bibit-bibit awal ruang publik modern mulai menunjukkan taringnya dengan runtuhnya kekuasaan Raja Louis XVI oleh Revolusi Perancis pada paruh kedua abad ke-18. Kedai kopi, salon, dan tischgessellschaften yang pada mulanya lebih didominasi oleh diskusi-diskusi karya sastra telah diwarnai oleh diskusi politik guna melawan para penguasa yang otoriter.

Yang monumental dalam sejarah ruang publik adalah bahwa ia menandai bangkitnya suatu masa dalam sejarah ketika individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat dapat membentuk opini yang rasional di ruang publik, memberikan tanggapan langsung terhadap apapun yang menyangkut kepentingan-kepentingan mereka sambil berusaha mempengaruhi praktik-praktik politik. Ruang publik memupuk oposisi terhadap bentuk-bentuk hierarkis dan tradisional dari otoritas feodal yang selama berabad-abad menguasai praktik politik di Eropa.

Akan tetapi, pesimisme terhadap proyek Pencerahan yang digaungkan oleh Adorno dan Horkheimer dalam Dialektics of Enlightenment masih terasa memberatkan langkah Habermas. Idealisasi ruang publik borjuis yang rasional dari abad ke-18 guna menjawab tantangan di abad ke-20 dan sesudahnya terdengar hanya semacam nostalgia saja. Nyatanya, ruang publik di abad ke-20 dan sesudahnya hanya menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya iklan-iklan komersial buah kapitalisme liberal dan hegemoni kekuasaan negara. Namun, tanpa kenal lelah, Habermas terus mencari jalan baru guna menembus kebuntuan itu.

Pencarian Habermas pada ruang publik yang rasional telah membawanya pada rasionalitas bahasa sebagai dasar filosofis bagi suatu teori kritis baru. Seluruh karya pemikirannya kemudian, yang sangat banyak sekali, semisal Theorie und Praxis (Teori dan Praksis) (1963), Erkenntnis und Interesse (Pengetahuan dan kepentingan manusia) (1968), Theorie des Kommunikativen Handelns (Teori Tindakan Komunikatif) (1981), hingga yang terbaru Faktizität und Geltung (Fakta dan Kesahihan) (1992), merupakan upaya besarnya dalam mengitegrasikan rasionalitas bahasa ke dalam ruang pablik idamannya itu.