Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Perempuan dalam Budaya Patriarki

Judul:  Perempuan dalam Budaya Patriarki
Penulis: Nawal El Saadawi
Penerbit: Pustaka Pelajar, 2001
Tebal: 470 halaman
Kondisi: Stok lama (Bagus)
Harga: Rp 80.000 (belum ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Feminisme selain gerakan kebudayaan, politik, sosial, dan ekonomi, juga merupakan salah satu teori sastra, yaitu sastra feminis. Teori sastra feminis melihat bagaimana nilai-nilai budaya yang dianut suatu masyarakat, suatu kebudayaan,yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu serta melihat bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam tingkatan psikologis dan budaya. Dalam hubungannya dengan studi kultural, studi ini merupakan gerakan keilmuan dan praksis kebudayaan yang mencoba kritis dalam menangkap teori kebudayaan yang bias “kepentingan elit budaya dan kekuasaan”. Studi ini bertujuan menimbulkan kesadaran yang akan membebaskan manusia dari masyarakat irasional.

Studi kultural juga mempersoalkan hubungan antara budaya dan kekuasaan yang mempertanyakan konsep-konsep konvensional menyangkut kebenaran, nilai, kesatuan, dan kestabilan. Oleh karena itu, karya sastra akan dilihat sebagai teks yang merupakan objek dan data yang selalu terbuka bagi pembacaan dan penafsiran yang beragam. Teks diterima dan dipahami oleh pembacanya dan lingkungan budaya dimana teks tersebut diproduksi dan dikonsumsi. Jadi, teks bersifat intertekstual dan sekaligus subjektif atau dengan kata lain, teks bersifat intersubjektif. Artinya teks tergantung pada bagaimana penafsiran-penafsiran yang diajukan orang lain dalam kode-kode dan konvensi-konvensi suatu komunitas, dan dengan demikian disahkan atau ditolak. Julia Kristeva danRoland Barthes menyatakan bahwa teks dibentuk oleh kode-kode dan konvensi-konvensi budaya serta mewujudkan ideologi tertentu.

Pengkajian budaya lebih mengamati aspek sosial politis dari kehadiran teks sastra. Dalam hal ini teks sastra dianggap bisa menyosialisasikan berbagai hal untuk membangun atau meruntuhkan suatu ideologi. Pendekatan budaya feminis, khususnya feminis Muslim, digunakan untuk mengamati bagaimana gagasan feminis El Sadawi dimunculkan menghadapi dominasi laki-laki, dan bagaimana citra perempuan sebagai korban atau citra perempuan yang berpotensi memperjuangkan kesetaraan ditampilkan dalam teks tersebut. pada tulisan ini penulis ingin melihat pemikiran feminisme dan ideologi patriarki dalam pada teks al-Wajhu al-A’ri lil Mara’h al-Arabiyyah karya Nawal El Saadawi.

Nawal El Saadawi yang terkenal sebagai feminis yang aktif menggugat kekuasaan lelaki,  budaya patriarki, kolonial negara dan agama, dalam  teks al-Wajhu al-A’ri lil Mara’h al-Arabiyyah tampaknya El Saadawi ingin mencoba untuk  membebaskan kaum perempuaan dari berbagai bentuk pelecehan, diskriminasi, dan  marjinalisasi yang disebabkan oleh sistem patriarkat yang berkelas-kelas didalam masyarakat manusia secara totalitas. Kebudayaan islam, atau kebudayaan arab bukanlah satu-satunya kebudayaan yang menjadikan perempuaan sebagai barang dagangan atau  budak  belian, karena agama masehi dan kebudayaan eropapun melakukan hal yang sama bahkan lebih kejam mereka melakukan diskriminasi ataupum segala bentuk penindasan terhadap kaum perempuaan.

Agama-agama di dunia memiliki peran dan prinsip-prinsip yang hampir sama, tentang keharusan kaum perempuan harus mengikuti kaum lelaki dimana konsep patriarki itu tumbuh. Banyak klaim dan dalil-dalil yang diduga berasal dari “tuhan” maskulin yang menetapkan nilai klasifikasi serta kekuasaan lelaki didalam rumah tangga maupun lingkungan sosial masyarakat. Kaum lelaki adalah lebih kuat/berkuasa dari pada kaum perempuaan bahkan perempuan diciptakan dari bagian tubuh kaum lelaki. Perempuaan bukanlah Makhluk lemah kualitasnya dibandingkan kaum lelaki sebagaimana diasumsikan  banyak orang. Bahkan sejarah telah berbicara kepada kita bahwa perempuan telah memberikan sumbangsih intelektual pertama dalam peradaban dunia, perempuan lebih dahulu berpikir dengan akalnya dibandingkan kaum lelaki. Dialah kaum perempuan yang menjadi pelopor pembangun ilmu pengetahuan dan peradaban dunia dalam sejarah kemanusian. Tuhan pertama adalah Euzuis sedangkan sebelumnya adalah Hawa.

Agama islam dan agama masehi adalah fase kemajuaan bagi pengembangan dan perluasaan masyarakat manusia dalam berbagai sisi kehidupan. Sebaliknya keterlibatan bagi perempuaan semakin bertambah. Islam memberikan hak-hak yang baru dan membuang hak-hak lama secara bertahap-tahap , itu terbukti pada masa Rasululah dan sekarang semuanya di renggut oleh bangsa arab. Maka dari itu Nawal menganjurkan untuk bersikap selektif dalam melihat peninggalan dan warisan sejarah peradaban arab dan islam, dimana ada sisi positif yang harus dicari dan ditegakan, sedangkan sisi negatifnya kita tinggalkan dengan ikut berdasarkan pada akumulasi positif peninggalan sejarah dan sisi positif pemikiran masa kini. Hal ini menunjukan bahwa gambaran yang di berikan bangsa arab dahulu ataupun yang sekarang bukanlah perempuan arab yang sesungguhnya.

Menurut Nawal El Saadawi  kaum perempuan tidak akan terbebaskan dari sistem patriarki kecuali dari diri mereka sendiri yang mulai merubahnya dan berusaha untuk mengangkat harkat dan martabatnya dengan mengusung gagasan perubahan dan modernisasi. Perempuaan haruslah kuat di mulai dari pribadinya masing-masing. menurut beliau perempuaan harus bisa terbebaskan dan berani menyikap tabir pikiran mereka, yaitu kesadaran palsu, kesan-kesan minor, dan sikap lemah yang selama ini melekat pada kaum perempuan. sehingga nantinya akan muncul sebuaah kesadaran baru pada diri mereka bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan berarti antara dirinya dan kaum lelaki. Setelah itu mereka akan menjadi suatu kekuatan politik yang memiliki otoritas dalam mengambil keputusan yang besar. Semua ini akan terwujud melalui organisasi keperempuanan yang sadar akan hak-hak dan tujuannya.

Untuk membuktikan gagasanya tersebut Nawal El Sadawi memberikan bukti sejarah sebagai antitesa dan solusi solutif. Sejarah telah menunjukan bahwa gerakan revolusi dan peperangan merebut kemerdekaan turut mempercepat proses pembebasan perempuaan di timur dan di barat, sebagaimana perang kemerdekaan Aljazair memberikan kontribusi penting terhadap hancurnya segala bentuk keterikatan perempuan di negara tersebut. Demikian pula gerakan pembebasan perempuan Palestina memberikan kontribusi besar terhadap pembebasan perempuan di Palestina sebagaimana halnya dengan seluruh gerakan kemerdekaan rakyat yang selalu erat hubungannya dengan pembebasan perempuaan.

Maka dari itu semua dalam perjalan hidupnya Nawal El Saadawi tidak pernah lelah untuk berjuang memerdekakan kaum perempuan dari segala bentuk penindasannya. Pada tahun 1981 El Saadawi membentuk AWSA (Solidaritas Perempuan Arab Association). Para AWSA (Arabic Women's Solidarity Association) adalah hukum pertama, organisasi feminis independen di Mesir. Organisasi memiliki 500 anggota lokal dan lebih dari 2.000 anggota secara internasional. Asosiasi ini menyelenggarakan konferensi internasional dan seminar, menerbitkan majalah dan telah mulai menghasilkan pendapatan proyek untuk perempuan di daerah pedesaan. Para AWSA dilarang pada tahun 1991 setelah mengkritik keterlibatan AS dalam Perang Teluk. El Saadawi merasa konflik irak dan libanon (perang teluk) seharusnya diselesaikan di antara orang Arab. tujuaan dari didirikannya organisasi ini adalah untuk mengupayakan kekuatan politik yang memperjuangkan kepentingan dan apresiasi kaum perempuaan. pada tahun 1985 organisasi AWSA  telah mendapatkan pengakuaan resmi dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB sebagai organisasi non Pemerintahan (NGO) Arab.

Mari kita kaji isi dari (penggalan arti dari firman-Nya) di atas . pernyataan itu yang sebenarnya mengandung beberapa arti tergantung kita mau melihat dari sudut padang mana ayat tersebut di kategorikan. Di sini penulis akan merefleksikan arti dari pada kata-kemulyaan seperti yang tertulis di atas. Dengan tafsiran terhadap perempuan di sisi Allah dan perempuan di sisi manusia sebagai mahluk yang mulya dan sempurna (taqwiim) sebagaimana dalam firman-Nya dalaam surat at-tiin yang berbunyi laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim, (sunnguh aku ciptakan manusia itu dalam keadaan sempurna). Ini merupakan sebuah apresiasi tuhan kepada manusia untuk di jadikan sebagai suatu keistiwaan bagi manusia baik laki-laki atau perempuan.

Tuhan tidak mengukur dari mana, siapa, dan kalangan mana mereka akan di golonglkan sebagai orang yang smpurna, hanya saja tuhan menkategorikan orang-orang yang sempurna adalah orang yang mempunyai ketaqwaannya kepada sang pencipta. Sebenarnya dua ayat yang berbeda itu mempunya korelasi yang sangat dekat dan akan selalu bergandengan di setiap ada permasalah sosial yang telah membumi hingga saat ini antara laki-laki dan perempuan menjai bahan perbincangan para intelektual, baik muslim atau non muslim. Yang satu bilang perempuan mau di posisikan dimana saja, tetap pada korenah lemah, tak kuat, dan mudah tersinggung, dan laki-laki orang yang di anggap kuat, dan tidak gampang tersinggung, hal ini seakan  menjadi ideology  para lelaki khusunya para pakar ilmuan, yang berintelektual tinggi yang menganggap perempuan mendapatkan subornasi dan marjinalisasi hak dan kewaiban secara sosial bukan secara bilogis.

Tuhan mana  janjimu kepada segenap manusia dimuka bumi yang pada dasarnya antara laki-laki dan perempuan adalag sama di hadapannmu . kenapa saat ini masih banyak kaum perempuan menjadi celahan laki-laki karna kelemahannya yang selama ini di anggap mengahmbat peran dalam beraktivitas , janji itu adalag untuk saling mengargai, menolong antara satu dengan lainnya (ta’aawanu) dan bukan menngucilkan sebagaimana yang terjadi pada zaman kegelapan bangsa quraiys dahulu dimana bangsa ini sangat melecehakn perempuan sampai-sampai anak yang lair perempuan di kubur-hidup-hidup.

Kami (manusia) tahu Sesungguhguhnya bukan itu yang di kehendaki oleh tuhan, penyiksaan, dan imtimidasi kepada perempuan adalag bentuk perilaku setan yang tidak pantas ada di muka bumi ini. Agam ini sunnguh menjadikan sebuag peradaban yang cemerlang bagi pembebasan kaum tertindas dari budaya gelap (dzulmun), menerangi segenap penjuru dunia, membebaskan, mendaulatkan peradaban, dan menghargai satu sama lain tanpa ada lagi penghianatan agama, dan budaya. Agama, dan budaya itu terus berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang terus maju, mengingat satu dengan lainnya (perempuan dan laki-lai) adalah hamba (abd ) tuhan yang mempunyai derajat, kemulyaan yang sama ketika mereka mempunya keimnan, dan ketawaan kepada-Nya. Inilah yang kami sebut dengen gema pembebasan atas segala praktik perbudakan, budaya patriarki, intimidasi, deskriminasi pada perempuan. Dan ini harus di ghapus di muka bumi karena tidak sesuai dengan ajran agama, dan tataanan sisial. Lantas dengan demikian maka ada beberapa kata konci yang akan kami ungkap secara sederhana dalam artikel ini, yaitu tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di sisi Allah dan di sisi sesame. Sebuah refleksi atas pemikiran nawal-el-saadawi.

Penulis sengaja menceritakan dan merefleksikan dari pemikirannya nawal-karena penulis sangat setuju dengan perktaan nawal-dalam sebuah novelnya yang menceritakan tentang sesosok perempuan yang di penjara karena telah membunuh suaminya. Dan pada saat penelitian Nawal el-saadawi sempat bertemu dengannya. Dia (perempuan) tersebut mendapatkan perlakuan yang sangat tidak manusiawi dari seorang laki-laki yang tida lain adalah suaminya.

Dalam novel tersebut nawal menyebutkan tokoh nya bernama firdaus yang selama itu selalu mendapatkan siksaan dari kaum laki-laki, diperlakukan dengan tidak manusiawi, dan bertentangan dengan hukum alam yang mengatur tentang hak-persamaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budak dari sesi biologis.

Nawal adalah adalah seorang perempuan di lahirkan di kota Kafr Tahla kairo mesir pada tanhun 1931 dimana pada tahun itu negara  mendapatkan tekanan dari klonial. Belaia dalah pejuang para kaum hawa yang menginginkan pembebasan atas deskriminasi yang selam bertahun tahun menjadi kebudayaan bangsa arab yang memperlakukan perempuan pada psosia yang sangat rendah.  Menurut beliau (Nawal)   penidasan yang di lakakukan oleh bangsa arab kepada perempuan si sebabkan karena budaya patriarki yang berbelihan yang turun temurn dari nenek moyang mereka, sehingga menurtnya (Nawal) ini harus di cegah dan perempuan harus berani memberontak atas dominasi kaum laki-laki yang menganggapnya melecehkan kaum perempuan.

Nawal mengambarkan terhadap pembelenguan pada wanita bukan di sebabkan kerena agama sebagamana yang telah di uranikan oleh para kaum teori sosial seperti aliran fungsional, akan tetapi permasalahan ini juga menyangkut pada ranah ekonomi, dan politik negara. Perempau harus kuat dan berani mengunngkap tabir fikiran, yaitu kesadaran palsu, permpuan lemah. Karena hal ini hanyalah perempuan sendiri yang bisa menyelesaikan permasalah yang konplek ini. Dengan menolak norma-dan nilai yang selama itu menjadi kemapanan bagi laki-laki. Nawal adalah gerakan revormis perempuan di negaranya. Sampai-sampai dia mendapat tekanan dari berbagai kalangan terutama tekanan dari penguasa mesir. Dan dia pernah di penjara pada era resim Sadat di mesir kerena di tuduh membuat kejahatan kepada negara.  Dia mengatakan apa yang di lakukan adalah tidak sekedar dari perjuangannya untuk membebaskan bangsa dan negara dari saling menindasa antara dominasi atas terhadap kaum lemah (permpauan).

El-saadawi juga mengatakan bahwa agama bukanlah salah satunya jalan untuk menyelesaikan marjinalisasi, deskriminasi atas perempuan yang di lakukan oleh laki-laki pada budaya patriarki bangsa arab di mesir, akan tetapi, kata el-wanita itu sendirilah yang bisa mematahkan dominasi laki-laki pada perempuan, dengan jalan membentuk suatu gerakan, seperti yang di bentuknya gerakan perempuan seperti (Arabic Women's Solidarity Association) yang dia sendiri menjadi pelopornya. Hanya dengan ini maka segala norma-dan nilai kemapanan laki-laki akan bisa di samakan. Tak lepas dari ini Indonesia juga mebentuk sebuah perlawanan atas penindasan gender yang di lakukan oleh laki-laki. Seperti gerakan perempuan dan kretek. Disana symbol perlawanan orang perempuan adalah rokok. Karena dengan rokok segala hegemoni laki-laki akan bisa ternetralisir.

Jadi inti dari pemikiran nawal-el-saadawi terhadap gema pembebesan perempuan dalam teorinya adalah antara agama dan budaya bukan-lah jalan-satu-satunya untuk menentukan kehiduoan yang mulya seperti yang telah di gambarkan oleh ayat di atas melainkan perjuangan dan kerja keras seseorang untuk mendapatkan kebebasan itulah yang di sebut dengan “membongkar dokrtin patriarki menuju pembebasan” sehingga posisi agama yang seharusnya dan bahkan wajib di taati sebagai dasar pembebesan sebagaimana perjuangan nabi membebaskan tradisi bangsa arab yang pada jaman jahiliyah (kebodohan) perempuan di siksa,dan bahkan di kubur hidup-hidup. Dengan demikian puncak pencapaian kemerdekaan manusia secara sosiologis adalah manusia bebas berepresi, bebas memilih dan menentukan nasibnya sendiri dengan melalui bekerja, beribdah kepada tuhan. Karena nasib bukanlah berada di tangan tuhan melainkan berada di tangan manusia itu sendiri.   

Mari jadikan sebuah kehidupan ini sebagai aktivitas yang memberi manfaat bagi orang lain, jadikan kesuksesan, kejayaan, dan keindahan di dunia, sebagai  bekal menuju kehidupan yang ebih hakiki. Tidak ada lagi penghinaan, melecehkan atas sesame mahluk karena pada intinnya manusia adalah mahluk yang mulya, bermartabat baik perempuan dan laki-laki. Semuanya di sisi tuhan sama tidak ada laki-laki yang lebih kaut, lebih mulya, dan juga tidak perempuan yang lebih lemah. Karena hanya ketaqwaan manusia yang sesungguhnya di muliakan oleh allah (tuhan semesta alam.)