Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia

Judul: Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia
Penulis: Alwi Shihab
Penerbit: Mizan, 2001
Tebal: 320 halaman
Kondisi: Stok lama (Bagus)
Stok kosong


Silang pendapat tentang masuknya agama Islam ke Indonesia senantiasa menyertakan dukungan argumentasi masing-masing pihak. Dengan argumentasinya sendiri pula penulis buku ini, Alwi Shihab, meyakini bahwa Islam masuk ke negeri ini sudah pada abad pertama Hijriah. Dari keyakinan ini, penulis menelusuri siapa pelopor dakwah Islam pertama ke Indonesia itu.

Ia mengemukakan tiga teori tentang para pelopor ini. Teori pertama, para pelopor itu berasal dari India. Teori kedua menyatakan dari Persia, dan teori terakhir menyimpulkan dari Arab Saudi. Penulis buku ini cenderung mengatakan bahwa orang Arab-lah pelopor pertama masuknya Islam ke Indonesia. Penyebaran ini sukses karena sifat dan sikap kaum sufi yang lebih kompromistis dan penuh kasih sayang terhadap sesama.

Lalu muncul pertanyaan lain: bila sebetulnya tasawuf masuk ke negeri ini? Muktamar Tasawuf di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 1960, menegaskan bahwa tasawuf mulai dikenal di negeri ini pada abad pertama Hijriah, atau abad ke-7 Masehi. Walaupun diyakini bahwa tasawuf masuk ke negeri ini pada abad pertama Hijriah itu, makna tasawuf itu sendiri sangat sukar dirumuskan.

Bahkan ada yang mengatakan, dari aspek batasan saja, tasawuf memiliki lebih dari 1.000 definisi. Tapi, pada dasarnya, secara sederhana dapat dikatakan, tasawuf merupakan pengalaman individual. Adalah Al-Ghazali, pada abad ke-5 Hijriah, yang berupaya keras mengembalikan tasawuf pada fungsinya semula sebagai jalan hidup zuhud, pendidikan jiwa, dan pembentukan moral, sesuai dengan ajaran Al-Quran dan sunah.

Tasawuf Al-Ghazali ini kemudian dikenal sebagai tasawuf Sunni. Dalam perkembangannya, tasawuf ini dipertentangkan dengan tasawuf falsafi yang dipelopori Al-Halaj dan Ibn Arabi pada abad ke-4 Hijriah, yang menyerap berbagai aliran mistik di luar Islam. Di Pulau Jawa, tasawuf Sunni inilah yang digunakan Wali Songo ketika mereka menyebarkan agama Islam.

Namun, tidak dapat dimungkiri pula perjuangan tokoh-tokoh tasawuf falsafi untuk mengembangkan tasawuf yang mereka anut. Inilah akhirnya yang menyebabkan timbulnya pergulatan pemikiran dan ideologi, di samping bentrokan fisik antara Sunni dan tasawufi falsafi di negeri ini. Di luar kedua jenis tasawuf ini, muncul pula berbagai aliran sesat yang mengatasnamakan tasawuf.

Hamzah Fansuri dapat dikatakan sebagai tokoh pertama yang memperkenalkan tasawuf falsafi di Indonesia, yang bersih dan murni dari penyimpangan, dengan merujuk pada sumber-sumber Arab yang Islami. Periode Fansuri, yang merupakan tahap perkembangan tasawuf falsafi, ternyata tidak berlangsung lama. Adalah Syekh Nur al-Din al-Raniri dan para ahli fikih pengikutnya yang menghentikan masa perkembangan tersebut dengan membakar buku-buku Fansuri dan membunuh para pengikutnya.

Pada dasarnya, buku yang merupakan disertasi Alwi Shihab untuk mendapatkan gelar doktor dari Universitas Ain Syams, Kairo, Mesir, ini menegaskan bahwa Islam masuk ke negeri ini melalui para sufi, dan karenanya sangat sufistik. Pergumulan pemikiran tentang tasawuf, tokoh-tokohnya, pendapat para orientalis, dan komentar Shihab tentang pendapat itu dibahas dalam beberapa bagian yang menyita lebih dari 200 halaman.

Buku yang diterjemahkan dari bahasa Arab ini tidak disunting dengan cermat. Akibatnya, lumayan banyak ditemukan kalimat-kalimat tidak selesai, di samping kalimat-kalimat yang melelahkan. Beberapa kesalahan terasa mengganggu. Misalnya, kaum komunis Indonesia dikatakan melakukan pemberontakan bersenjata dan mengumumkan berdirinya negara Indonesia Soviet pada 1934 di Madiun, Jawa Timur.

Buku ini pun lalu mendeskripsikan: pekik Allahu Akbar bergaung di mana-mana sehingga pemberontakan tersebut dapat diberantas TNI dengan bantuan umat Islam (halaman 238). Di sini pembaca dibuat bingung. Kalau maksudnya "peristiwa Madiun", siapa pun tahu, peristiwa itu terjadi pada 1948 -alias 14 tahun kemudian!

Sori Siregar
Pengamat kepustakaan