Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Islam Mazhab Kritis: Menggagas Keberagamaan Liberatif

Judul: Islam Mazhab Kritis: Menggagas Keberagamaan Liberatif
Penulis: Ahmad Fuad Fanani
Penerbit: Kompas, 2004
Tebal: 232 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Stok kosong
Penafsiran agama yang statis akan cenderung dimanipulasi untuk kepentingan politik. Berbagai kalangan berpendapat, fenomena manipulasi agama untuk kepentingan politik itu kini justru tengah tumbuh subur di Indonesia.

Dalam kondisi itu, agama kehilangan konteks dengan kenyataan hidupnya, bahkan kehilangan konteks masalah-masalah ketidakadilan. "Agama seolah-olah membiarkan kelaliman, kemiskinan dan ketidakadilan terus berjalan," ungkap Romo Benny Susetyo Pr dalam diskusi dan peluncuran buku Islam Mazhab Kritis: Menggagas Keberagamaan Liberatif karya Ahmad Fuad Fanani, di Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (12/10).

Dikatakan, tiap hari rata-rata 9-12 orang mati akibat konflik, kata Romo Benny memberi contoh. "Setiap hari tak kurang 2,5 hektare hutan rusak. Lingkungan alamnya hancur, cadangan air pun habis. Perlindungan tenaga kerja di negara kita juga sangat minim. Ini menunjukkan moralitas agama tidak lagi menjadi bagian kehidupan bangsa ini," tutur Sekretaris Eksekutif Konferensi Wali Gereja Indonesia itu prihatin.

Penafsiran ulang agama secara otentik, lanjutnya, perlu disesuaikan dengan konteks zaman sekarang, tak urung kini jadi kebutuhan, ujarnya lebih jauh. "Orang harus berani mengambil inspirasi kitab suci untuk menjadi gerakan pembebasan," katanya menegaskan.

Sayangnya, refleksi teologis ini di Indonesia sangat kurang. "Agama dikeranjangi dan dikerangkeng oleh kepentingan politik yang besar dan dijadikan potensi konflik," ungkap rohaniwan yang juga penulis dan kolumnis aktif itu.

Maka di Indonesia, lanjutnya, orang hanyalah to have religion (beragama), sekadar beritual.'Orang kereng-kerengan (keras-kerasan), ayat dipakai untuk menggebuk kanan kiri.Yang sangat disayangkan oleh Romo Benny, masyarakat tidak mau kritis melihat, bahwa ketika agama dijadikan kepentingan politik kekuasaan, maka agama kini sudah tidak fungsional lagi,' ujarnya. Dalam kondisi itu, lanjutnya, agama menjadi kehilangan pesan-pesan profetisnya. "Orang beragama kini tidak mungkin hanya melihat teks-teks secara statis," ia menyimpulkan. Mazhab Kritis.

Ahmad Fuad Fanani, sang penulis buku, juga berpendapat yang sama. Kendati kerap mendapat kecaman, ujar Fuad, munculnya gerakan aktivis muda Islam yang diberi label Islam liberal (Islib), Islam progresif, Islam moderat, dan Islam transformatif, justru upaya counter discourse terhadap wacana yang digulirkan Barat. "Sesuai ideologinya, Barat memandang Islam sebagai agama yang penuh kekerasan, tidak ramah dan tidak berperadaban. Seperti ditulis oleh Samuel Huntington dan Francis Fukuyama,' kata Fuad.

Setelah runtuhnya komunisme, lanjutnya, Islam adalah musuh Barat. Tidak heran apabila banyak buku Barat yang ulasannya menyudutkan Islam.Counter discourse terhadap wacana yang digulirkan Barat, yang diawali dengan munculnya peabelan Islam liberal, progresif, dan sejenisnya, adalah bukti bahwa wacana di dalam Islam tidak hanya tunggal. "Dengan adjektif seperti itu, Islam bisa mempertegas dirinya, bahwa ada banyak pendekatan di dalam Islam yang bisa digunakan dalam berbagai kepentingan untuk menegakkan peradaban dan kemanusiaan," ungkap aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) tersebut.

Fuad menambahkan, "Islam Mazhab Kritis" sebetulnya ingin mengatakan, bahwa untuk mencari sebuah kebenaran agama, kita sebetulnya harus menyadari adanya perbedaan antaragama dengan pemahaman agama. 'Dan, agar agama bisa dipahami betul-betul, maka tafsir baru dan kritik terhadap tafsir yang lama (konservatif) mutlak harus dilakukan, yang bertumpu kepada solidaritas dan emansipasi kemanusiaan. Islam sebagai mazhab kritis tidak hanya sebuah gerakan pencerahan yang menyegarkan wacana, tetapi juga harus punya visi yang membebaskan," paparnya.

Sumber artikel: http://www.mirifica.net/artDetail.php?aid=1137