Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Contextual Teaching and Learning

Judul: Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna
Penulis: Elaine B. Johnson
Penerbit: Kaifa
Tebal: 352 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)  
Stok kosong

Indonesia, salah satu negara berkembang yang selalu disibukkan dengan berbagai permasalahan, terutama lapangan kerja yang sampai saat ini belum terpecahkan. Jika melihat fenomena ribuan pengangguran, baik yang tidak bergelar ataupun yang bergelar S1 bahkan S2, pendidikan seolah-olah tidak berguna. Pelajar dan mahasiswa, bahkan para sarjana kehilangan makna dari apa yang mereka geluti setiap hari sampai lelah.

Belajar Matematika, Sejarah, Agama, Pancasila, Managemen, Ekonomi dan lain sebagainya baru sebatas pengetahuan kognitif yang dipersiapkan menghadapi ujian sebagai penentu kelulusan, bukan sikap yang muncul dari pemaknaan terhadap semua ilmu yang dipelajari sehingga muncul berupa sikap atau karya. Elaine B. Johnson, Ph.D melalui buku berjudul Contextual Teaching and Learning, Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna memberikan terobosan baru untuk dunia pendidikan, agar proses pembelajaran dan hasil setelahnya lebih bermakna dan lebih bermanfaat.

Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) ada tujuh strategi yang mesti ditempuh. Ketujuh strategi ini sama pentingnya dan semuanya proporsional dan rasional. Pertama, pengajaran berbasis problem. Kedua, menggunakan konteks yang beragam. Ketiga, mempertimbangkan kebhinekaan siswa. Keempat, memberdayakan siswa untuk belajar sendiri. Kelima, belajar kolaborasi. Keenam, menggunakan penilaian autentik. Ketujuh, mengejar standar tinggi. (halaman 21-22) Tujuh strategi di atas memang melibatkan fungsi otak peserta didik atau pembelajar secara maksimal karena memang CTL menargetkan hasil belajar dengan kualitas tinggi.

Di dalam CTL, bukan peserta didik saja yang dituntut menggunakan fungsi otak secara maksimal tapi guru atau dosen juga, bahkan harus lebih maksimal ketimbang peserta didik atau mahasiswa. Mengajar berbasis problem, peserta didik dikenalkan dan dilibatkan dalam berbagai macam problem dan permasalahan yang ada di sekeliling kehidupannya, bahkan dengan berbagai konteks yang beragam agar nantinya mampu memahami dan bersikap yang positif dalam berbagai macam kondisi kehidupan.

CTL adalah sebuah pendekatan sekaligus metode pembelajaran yang merupakan puncak perjalanan metode- metode pembelajaran mutakhir yang ditawarkan sebagai sebuah pendekatan holistik dalam pendidikan. Bukan sekadar menarik dan menyenangkan, tapi juga mampu memberikan makna yang dapat digunakan oleh semua siswa, baik bagi siswa yang sangat berbakat maupun siswa yang mengalamai kesulitan belajar. Sehingga, semua siswa atau mahasiswa yang berbeda kemampuannya, dengan pendekatan CTL ini bisa menemukan makna dari apa yang mereka pelajari.

Keampuhan CTL terletak pada kesempatan yang diberikan kepada semua siswa untuk mengembangkan harapan dan bakat mereka dengan konsep belajar-mengajar yang membantu guru mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata. CTL merupakan konsep belajar tanpa membebani anak, tapi malah menyenangkan. Kenapa harus menyenangkan? Karena kalau tidak menyenangkan maka kerja otak tidak bekerja dan berfungsi secara maksimal.

Model Kontekstual (Contextual Teaching and learning)
Elaine B.Johnson (dalam Rusman, 201:187) mengatakan pembelajaran Kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. Pembelajaran kontekstual merupakan usaha untuk membuat sisiwa aktif dalam memompa kemampuan diri, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkan dengan dunia nyata. Melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghapal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Ciri khas CTL ditandai oleh tujuh omponen utama yaitu 1). Contructivism; 2) inquiry; 3) Questioning; 4) learning community; 5) modelling; 6) reflection; dan 7) Authentic Assessment.
Adapun tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan guru yitu:
1). Konstruktivisme.
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Pengalaman akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri.
2). Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan inti dari CTL melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat, seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
3). Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya, oleh karena itu bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Melalui penerapan bertanya pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Dengan bertanya maka: 1) dapat menggali informasi, 2) mengecek pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon siswa, 4) mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa, 5). Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, 6). Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan siswa, dan 7). menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
4). Masyarakat Belajar (learning community)
Maksudnya adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Ketika kita dan siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula kita atau siswa mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.
5). Pemodelan (modeling)
Perkembangan ilmu pengetahan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka ragam, telah berdampak pada keterbatasan kemampuan guru. Oleh karen itu maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar dapat membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki guru.
6). Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Melalui model CTL pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika seseorang siswa berada dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar kelas yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir adalah melakukan penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.