Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Biografi Gus Dur (The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid)

Judul: Biografi Gus Dur (The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid)
Penulis: Dr. Greg Barton
Penerbit: LKiS, 2003
Tebal: 516 Halaman (hard cover)
Kondisi : Bekas (cukup)
Harga: Rp. 150.000 (blm ongkir)
Order: SMS 085225918312


Di antara belasan dalil yang menjelaskan akar kontroversi KH Abdurrahman Wahid adalah bahwa ia dianggap paling sering disalahpahami. Lalu berkembanglah teori tentang bagaimana cara yang tepat memahami Gus Dur. Ada beberapa buku yang terbit sebagai penjabar asumsi itu. The Jakarta Post, dua tahun lalu, menerbitkan buku Understanding Gus Dur. Mantan ajudan Gus Dur, Al-Zastrouw Ngatawi, tiga tahun silam, meluncurkan buku Gus Dur Siapa sih Sampean. Yang menarik adalah subjudul buku itu: Tafsir Teoritik atas Tindakan dan Pernyataan Gus Dur.

Greg Barton, dosen mata kuliah agama dan kajian Asia di Universitas Deakin, Australia, juga beranjak dari dalil itu ketika menulis biografi Gus Dur ini. Barton berpendapat, tidak hanya Gus Dur, melainkan juga kalangan Islam tradisional --sebagai basis konstituennya-- sering disalahpahami, termasuk oleh publik Indonesia sendiri. Maka upayanya untuk memahami Gus Dur secara empati dari sudut pandang tokoh yang dikaji diyakini punya nilai signifikan. Apalagi, Barton melakukan observasi dari tangan pertama.

Ketika kuliah di Universitas Monash, Melbourne, Barton beberapa kali menulis artikel tentang dinamika Islam di Indonesia. Puncaknya, pada 1995, ia menyelesaikan disertasi berjudul The Emergence of Neo-Modernism, yang mengupas pemikiran Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid. Jadi, Gus Dur bukanlah kenalan baru. Sejak memulai penelitian biografi ini pada 1997, Barton mendapat keistimewaan akses langsung pada Gus Dur.

Ia mengikuti kampanye Gus Dur ke berbagai daerah menjelang Pemilu 1999. Sepanjang 21 bulan masa kepresidenan Wahid, Barton meluangkan tujuh bulan bersama cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) itu, mengikuti kunjungan ke daerah dan luar negeri. Cukup beralasan bila Barton mengkalim karyanya sebagai "The Authorized Biography". Namun, ia mengelak jika buku ini kemudian dituding tidak kritis.

Pada beberapa bagian, Barton menulis beberapa catatan kritis untuk Gus Dur. Ia, misalnya, tak segan menyebut langkah Gus Dur memecat Laksamana Sukardi sebagai kesalahan fatal, sekaligus titik balik retaknya duet Gus Dur-Megawati. Buku ini terbagi lima bagian. Pertama, berjudul Pesantren and Family. Menjelaskan kondisi sosio-kultural tempat Gus Dur lahir dan dibesarkan. Barton juga menyisipkan analisis sosial-politik tentang situasi makro saat itu, bahwa kaum santri terbagi dalam dua varian: tradisional dan modernis. Dan masing-masing berafiliasi pada partai politik berbeda: Masyumi dan NU.

Bagian kedua, The Making of an Intellectual, mengisahkan perjalanan intelektual Gus Dur pada masa belajar di Mesir dan Irak. Ia juga merantau 12 bulan di Belanda, Jerman, dan Prancis, karena ingin kuliah perbandingan agama di Universitas Leiden. Namun ia kecewa, pada 1970 itu seluruh kampus di Eropa belum mengakui alumni Timur Tengah. Akhirnya ia pulang ke Pesantren Denanyar Jombang, Jawa Timur, untuk mengajar.

Bagian ketiga dan keempat yang bertema Islam and Modernity, dan Civil Society and Islam, mengulas angle pemikiran Gus Dur serta kiprahnya memimpin Pengurus Besar NU. Gus Dur ditempatkan sebagai pelopor bangkitnya liberalisme Islam di kalangan anak muda NU serta pembawa NU sebagai kekuatan masyarakat sipil yang independen dari negara. Sampai bab ini, isi buku Barton belum banyak berbeda dengan disertasinya yang diterbitkan Paramadina, berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia.

Ia masih memotret Gus Dur sebagai pemikir, budayawan, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat, belum sebagai politikus. Nilai tambah buku terbaru Barton ini terdapat pada bagian kelima, Politics, Reform and The Precidency. Bagian itu justru menelan hampir separuh tebal buku. Mengisahkan manuver politik Gus Dur menjelang turunnya Soeharto sampai turunnya Gus Dur sendiri. Kekuatan bagian ini, antara lain, pada detail cerita.

Barton, misalnya, mencatat jam berapa telepon genggam Alwi Shihab yang duduk di sisi Gus Dur-- berdering menerima suara Akbar Tandjung mendukung Gus Dur pada Sidang Umum MPR 1999. Pada bagian akhir buku ini, Barton juga mengkritik Gus Dur. Ia menyimpulkan, ada selusin penyebab kejatuhan Gus Dur. Di antaranya berasal dari diri Gus Dur, yaitu tiadanya kesadaran membangun koalisi.

Menjelang kejatuhannya, Gus Dur memang tampil konfrontatif dengan mayoritas parlemen. Padahal, partainya tak lebih dari 11% suara. Namun, Barton tetap berpendapat bahwa tidak bijak bila membaca Gus Dur terlalu literal.

Asrori S. Karni