Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Novel Arok Dedes

Judul: Arok Dedes
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Tebal: 428 Halaman
Penerbit: Hasta Mitra, 2000
Kondisi: Bekas (Bagus) 
Terjual Jakarta Pusat

Awal bulan ini, melalui penerbit Hasta Mitra, Pramoedya Ananta Toer kembali menerbitkan novel, Arok Dedes. Karya ini dapat dikatakan satu paket dengan novel- novel Pramoedya yang diterbitkan pada 1980-an. Semuanya ditulis ketika pengarang berada di Pulau Buru, sebagai tahanan politik. Tidak mengherankan bila terdapat kesamaan satu dengan yang lain.

Kesamaan mencolok terletak pada penempatan peristiwa sejarah sebagai materi cerita. Bumi Manusia menggunakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa kolonial, Arus Balik menggunakan setting Kerajaan Demak menjelang masuknya kekuatan-kekuatan kolonial Barat di Jawa, sedangkan Arok Dedes menggunakan peristiwa-peristiwa sejarah di masa Kerajaan Kediri, khususnya Tumapel, cikal-bakal Kerajaan Singasari.

Dalam karya-karyanya, Pramoedya tidak hanya melakukan pembacaan ulang terhadap masa lalu. Ia memberi penafsiran tandingan terhadap cara pembacaan dan penafsiran yang selama ini dominan. Arok Dedes tidak menampilkan tokoh sejarah alternatif, seperti pada karya-karya sebelumnya. Tokoh-tokoh dalam lingkungan utama cerita adalah tokoh-tokoh dan lingkungan yang juga utama dalam buku-buku sejarah dan cerita rakyat yang ada.

Hanya saja, bila selama ini Akuwu Tunggul Ametung cenderung dikesankan sebagai korban karena istrinya direbut Ken Arok, dalam novel Pram tokoh tersebut digambarkan sebagai seorang sudra yang kasar, suka merampok, merampas anak gadis dan istri orang. Mpu Gandring, yang biasanya dikesankan sebagai pembuat keris yang sakti, dan kutukannya amat berpengaruh dalam sejarah, justru digambarkan sebagai tukang pembuat senjata serakah dan licik.

Sebaliknya, Ken Arok, yang oleh umum dikenal sebagai maling, pemabuk, dan kemudian menyatakan dirinya sendiri sebagai keturunan brahmana, justru digambarkan sebagai pemuda desa yang cerdas, cendekia, berani, setia, serta baik hati. Ken Dedes, yang biasanya dikenal sebagai wanita mahacantik, dan yang menjadi warisan dari generasi raja yang satu ke generasi raja yang lain, digambarkan sebagai keturunan brahmana yang cerdas, berani, dan mempunyai tekad yang kuat, meskipun tak luput dari sifat egoistis dan cemburu.

Dalam karya-karya sejarahnya, Pramoedya selalu memperlihatkan visi kerakyatan yang kuat. Rakyat dalam karya-karyanya selalu digambarkan sebagai sekelompok besar orang yang tertindas oleh para penguasa kolonial ataupun feodal. Tapi, mereka tidak pernah dapat sepenuhnya dipasifikasikan. Mereka selalu melakukan perlawanan, mencoba melawan, meski perlawanan itu seringkali berakhir dengan kekalahan.

Namun, perlawanan dan perjuangan itu tidak pernah dilakukan membabi buta. Elemen kedua yang menonjol dari karya-karya Pramoedya adalah intelektualitas dan pengetahuan. Karena itu, cerita-cerita Pramoedya, termasuk Arok Dedes, selalu pula melibatkan tidak hanya rakyat, melainkan juga cendekiawan yang berasal dari lapisan atas atau menengah masyarakat yang sudah terintelektualisasikan.

Dalam Arok Dedes ditemukan satu elemen lain, yaitu elemen kerakyatan, atau solidaritas dengan rakyat, seperti yang terungkap pada identitas Ken Arok, yang oleh Lohgawe digambarkan sebagai "perpaduan antara brahmana dan satria yang berasal dari sudra..." (halaman 159). Konsep ini tidak hanya gagasan sosial-politik yang penting dalam karya dan pemikiran Pramoedya, melainkan juga menjadi semacam bingkai atau kerangka dasar dari estetikanya.

Unsur brahmana dalam karya Pramoedya tampil dalam bentuk wawasan pengetahuannya yang luas dan rinci. Unsur satrianya menyatakan diri pada kekuatan dramatik, antara lain dalam bentuk dialog yang memukau, tingkat kepadatan peristiwa dan tindakan yang tinggi. Sedangkan unsur sudranya terletak pada paparan karakterisasi tokoh dan deskripsi alam yang menyentuh perasaan, seperti dalam Arok Dedes.

Dalam hal inilah karya-karya Pramoedya berbeda, misalnya, dengan karya-karya mitologis Yudhistira yang didominasi oleh elemen satria yang penuh tindakan. Berbeda dengan karya-karya sejarah dan mitologis Mangunwijaya yang didominasi oleh elemen brahmana. Juga berbeda dengan karya-karya sejarah Umar Kayam yang didominasi oleh elemen brahmana dan sudra.

Arok Dedes mempunyai satu keistimewaan. Ia tidak hanya mendemistifikasi deskripsi sejarah yang dominan mengenai masa lalu -yang pada umumnya mempunyai jangkauan pengaruh terbatas- melainkan pula demistifikasi terhadap mitos yang sudah begitu kuat tertanam dalam alam pikiran rakyat kebanyakan. Karya tersebut sekaligus membrahmanakan rakyat, dan mengembalikan mereka ke dalam jati diri mereka sendiri sebagai sudra.

Oleh: Faruk, Pengamat Sastra