Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jejak Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat

Judul: Jejak Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat
Penyusun: Tim Alita Aksara Media
Penerbit: Alita Aksara Media, Depok, Juni 2012, iv + 380 halaman

Kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya adalah teladan bagi umat Islam. Jalan hidup mereka yang penuh perjuangan dan tidak kenal lelah membuahkan hasil yang luar biasa bagi dunia saat ini. Islam yang awalnya seperti percik api di tempat terpencil, terjepit dua peradaban besar, Persia dan Romawi, lalu lama-lama menjadi kobaran api unggun yang sangat besar dan menerangi dunia. Dari tanah Arab yang tandus dan gersang, Islam perlahan-lahan menyebar ke segala penjuru bumi.

Buku ini secara detail mengajak kita menelusuri kembali jejak Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam membesarkan percikan api itu. Ditulis melalui gaya feature, dan dilengkapi dengan foto eksklusif tempat-tempat yang berkaitan dengan Nabi dan para sahabat, buku ini memberi warna lain bagi penulisan sejarah Nabi dan para sahabatnya. Membaca buku ini seperti menghanyutkan pembaca ke masa lalu, hidup bersama mereka yang berjuang tiada kenal menyerah dan rasa takut.

Kita seolah ikut hanyut merasakan "hawa panas" para penentang Islam di satu sisi, dan di sisi lain hawa sejuk ketika Nabi mengajarkan pesan-pesan Islam yang begitu indah, damai, dan tenang. Keindahan yang menarik hati mereka yang berhati bersih, berpikiran maju dan terbuka, serta anti dengan kejumudan, untuk ikut bergabung bersama Nabi. Mereka pun bertekad seia-sekata dengan beliau, apa pun konsekuensi yang bakal dipikul.

Mengalami pengucilan, pengusiran, hingga penyiksaan, teror, dan intimidasi merupakan bagian dari konsekuensi itu. Mayoritas masyarakat Quraisy Mekkah dan sekitarnya, yang menentang dakwah Islam, sebetulnya menyadari kebenaran Islam dan ajaran Nabi. Tapi mereka iri hati dan dengki. Bagi mereka, sosok Nabi Muhammad SAW tidak layak menyandang pangkat kenabian, meski lahir dari keluarga terhormat dengan silsilah yang mulia sampai Nabi Nuh serta punya karakter mulia seperti yang mereka kenal selama ini.

Hati mereka tertutup dan keras melebihi batu. Mata dan pikiran mereka gelap. Sikap pun menjadi kalap. Ammar bin Yasir dan dua ibu bapaknya, Sumayah dan Yasir, mereka siksa sampai mati karena mengikuti Nabi Muhammad SAW. Bilal bin Rabah, budak asal Habasyah (kini Etiopia), juga disiksa habis-habisan oleh majikannya, Umayah bin Khalaf, sebelum akhirnya dibeli Abu Bakar.

Nabi pun tidak luput dari penganiayaan fisik. Istri Abu Lahab tiap hari menaburkan duri di jalan yang biasa dilewati Nabi. Teman-teman Abu Jahal, kadang Abu Jahal sendiri, meletakkan jeroan unta di kepala Nabi ketika beliau mengerjakan salat di samping Ka'bah.

Karena tekanan itu, Nabi menganjurkan pengikutnya untuk hijrah. Habasyah dua kali menjadi tempat hijrah kaum muslim sebelum ke Madinah. Beruntung, penguasa Habasyah, Najasyi, orang yang baik hati, meski beragama Kristen. Ia melindungi kaum Muhajirin. Bahkan, karena karakter kaum muslim yang sangat luar biasa, Najasyi dikabarkan masuk Islam. Ketika dia meninggal dunia, Nabi melakukan salat gaib untuknya.

Buku ini menjadi menarik karena di sela-sela narasinya dikupas pula sekelumit biografi beberapa sahabat Nabi saat nama mereka muncul dalam alur cerita. Terutama di bagian paling akhir empat sahabat dekat Nabi yang menjadi khalifah setelah beliau: Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali. Menelusuri jejak Nabi dan para sahabat dengan model penulisan populer, kekuatan narasi berpadu dengan visual yang seakan menghanyutkan pembaca ke masa lalu: pembaca seolah-olah melihat mereka dengan mata kepala sendiri.

Fajar Kurnianto
Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina, Jakarta