Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Ithaf Al-Dhaki: Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim Nusantara

Ithaf Al-Dhaki: Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim Nusantara
Penulis: Oman Fathurahman
Penerbit: Mizan, 2012
Tebal: 302 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 70.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312


"Beberapa dari Jama'at al-Jaawiyyn (komunitas Jawi) meminta kepadaku yang tidak berilmu ini untuk menulis komentar (sharh) atas kitab tersebut (Tuhfat al-Mursalah). Permintaan ini diajukan beberapa kali dalam beberapa tahun oleh lebih dari satu orang dari kalangan Jama'at al Jawiyyin."

Demikianlah Ibrahim al-Kurani (1616-1690) menulis di bagian pendahuluan bukunya yang terbit pada abad ke-17 ini. Secara spesifik, sang penulis menjelaskah bahwa penulisan kitab itu untuk meluruskan perdebatan dan salah paham atas doktrin wahdat al-wujud (kesatuan eksistensi) yang terjadi di Aceh.

Judul lengkap buku itu adalah Ithaf al-Dhaki bi Sharh al-Tuhfah al-Mursalah ila al-Nabi Salla Allahu 'Alayhi wa-sallama (Sebuah Persembahan Kepada Jiwa Yang Cerdas; Penjelasan atas Kitab yang Dipersembahkan Kepada Nabi SAW). Sesuai dengan judulnya, karya monumental sufi berdarah Kurdi itu ditulis sebagai penjelasan (sharh) bagi kitab Al-Tuhfah al-Mursalah ila al-Nabi Salla Allahu 'Alayhi wa-sallama. Kitab yang ditulis Fadl Allah al-Hindi al-Burhanfuri berdasarkan doktrin martabat tujuh itu sempat populer di kalangan masyarakat muslim Melayu-Nusantara.

Namun Ithaf al-Dhaki ternyata lebih dari sekadar komentar kitab. Pengantarnya yang menyita sekitar dua pertiga keseluruhan teks berisi penjelasan mengenai konsep tasawuf dan pengalaman para sufi. Karya Al-Kurani ini menjadi salah satu tafsir terpenting filosofi ajaran tasawuf Ibn Arabi, terutama mengenai konsep kesatuan eksistensi (wahdat al-wujud) atau yang sering disebut Al-Kurani sebagai tawhid al-wujud (mengesakan eksistensi).

Dalam karyanya itu, Al-Kurani mengemukakan secara panjang lebar mengenai eksistensi wajib (wajib al-wujud) dan eksistensi absolut (wujud al-mutlaq). Pembahasannya ditempatkan dalam konteks hubungan ontologis antara Tuhan dan alam semesta. Dari Ithaf al-Dhaki, pembaca dapat memahami keluasan ilmu Al-Kurani. Penjelasannya mengenai konsep rumit tasawuf, khususnya yang dikemukakan Ibn Arabi, didasarkan pada sumber-sumber terpercaya dari berbagai mazhab dan disiplin ilmu, seperti teologi, mistisisme, tafsir, hadis, dan tata bahasa.

Penekanan pentingnya makna tersembunyi dan konteks ayat-ayat Al-Quran yang dikutipnya. Ini merupakan salah satu metode yang digunakan Al-Kurani. Otoritas keilmuannya dalam bidang hadis juga membuat argumentasinya terasa sangat meyakinkan. Bahkan, dalam beberapa bagian, Al-Kurani mengemukakan analisis linguistik terhadap masalah teologis yang sedang dibahas.

Karya yang kembali diangkat Oman Fathurahman ini bukan sekadar penerjemahan kitab yang telah beredar di pasaran. Sebagai filolog, Oman mengumpulkan 17 dari 31 kitab Ithaf al-Dhaki yang tersebar di perpustakaan Leiden, Oxford, Turki, Pakistan, Mesir, dan lain-lain. Semuanya masih berupa manuskrip kuno, tulisan tangan yang berumur ratusan tahun.

Semuanya ia telaah dalam kurun 2006-2008, saat menerima beasiswa dari Yayasan The Alexander von Humboldt, Jerman. Adapun penelitian yang menekankan analisis konteks sejarah intelektualnya dilakukan pada September-November 2010 di Oxford Center for Islamic Studies, Inggris.

Dengan cermat, ia memilah dan membandingkan satu manuskrip dengan manuskrip lainnya. Ia mengkritisi kesalahan huruf, kurangnya kalimat, dan adanya tambahan di luar isi kitab. Setelah memperbandingan satu dengan lainnya, Oman memilih manuskrip koleksi Fazil Ahmed Pasa sebagai landasan edisi teks.

Pertimbangannya, manuskrip itu paling tua dari semua naskah yang diteliti. Di situ dijelaskan bahwa salinan Ithaf al-Dhaki ditulis pada Ahad 20 Rabi al-thani dan selesai pada awal Jumada al-akhir tahun 1076 H (1665 M). Alas naskahnya menggunakan kertas Eropa dengan ukuran 16,5 x 9 cm serta mengandung 25 baris per halaman.

Sayangnya, dalam melakukan alih bahasa, ia mendasarkannya pada transliterasi internasional. Maklum, ia berambisi karyanya bisa dibaca kalangan akademisi internasional.

Ade Faizal Alami