Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Pluralisme Borjuis: Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur

Judul: Pluralisme Borjuis; Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur
Penulis: Nur Khalik Ridwan
Penerbit: Galang Press, 2002
Tebal: 426 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 60.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312


Siapa yang tidak ingat Prof. Dr. Nurcholish Madjid (Cak Nur), seorang cendekiawan yang pernah menjadi ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Ide dan gagasannya mengenai pluralisme agama telah menjadikan Cak Nur intelektual muslim garda depan pada zamannya. Pada saat Indonesia terjerumus di jurang kemandegan dan disintegrasi bangsa, akibat dismanajemen keragaman etnisitas, subkultur, identitas agama, dan disorientasi politik, beliau tampil mengurai benang kusut itu. Bahkan, seorang penulis produktif seperti Nur Khalik Ridwan pernah menulis masalah tersebut melalui terbitnya buku “Pluralisme Borjuis :Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur”.

Peneliti lulusan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu merasa bahwa pemikiran Cak Nur memiliki tingkat liberalisasi tinggi, serta didukung penguasaan khazanah Islam klasik dan modern, sehingga sempat menjadi semacam rezim kebenaran atau hegemoni intelektual bercorak logosentris. Menurut Nur Khalik, Cak Nur cenderung dikultuskan, dan gagasannya "disakralkan". Akan tetapi, melalui buku inilah pemikiran pluralisme Cak Nur dikaji dengan perspektif lain.

Menurut hasil pelacakan atas genealogi keluarga dan komunitas sosial Cak Nur, Nur Khalik berkesimpulan bahwa Cak Nur berasal dari lingkaran Islam borjuis. Munculnya tipologi Islam borjuis ini dideteksi Nur Khalik sebagai kelas mengengah atas muslim perkotaan yang secara ekonomi mapan, ideologinya condong ke Masyumi-HMI, dan cenderung mengusung simbol-simbol Islam formal. Secara gamblang, Nur Khalik bahkan beranggapan bahwa pluralisme Cak Nur bertumpu pada gagasan Islam agama universal, akan tetapi tetap berputar di orbit komunal partikular, sehingga masih melihat kebenaran agama lain dengan perspektif agama sendiri.

Dalam konteks ahlulkitab, Cak Nur hanya terpaku pada agama formal dan mengesampingkan "paham-paham keagamaan" masyarakat adat yang terkesan primitif namun kaya kearifan. Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi (menghindarkan umat dari kecenderungan mengukhrawikan persoalan duniawi tanpa kecuali gagasan negara Islam) dan modernisasi (menganjurkan umat berpikir rasional dengan mendukung pembangunan) dinilai Khalik sebagai strategi buat mengelabui rezim otoritarian Orde Baru. Agar komunitas Islam borjuis tidak terus-menerus larut dalam trauma kepahitan politik dibubarkannya Masyumi.

Pluralisme Cak Nur, di mata Nur Khalik, tidak memiliki sensitivitas pembebasan bagi kaum buruh, petani miskin di pedesaan, penghuni kampung kumuh, gelandangan, dan "sampah masyarakat" perkotaan lainnya yang rentan ketidakadilan sekaligus pengambinghitaman. Konsepsi Cak Nur tentang Islam sebagai agama keadilan, agama kemanusiaan, dan agama peradaban hanya bisa diakses kaum profesional dan eksekutif muda bergelimang duit, namun kerontang spiritual, melalui berbagai kursus filsafat keagamaan yang diselenggarakan Paramadina di hotel-hotel berbintang. Tak mengherankan pula bila Khalik menyebut kinerja Cak Nur sebagai pluralisme borjuis.

Sayang, kerangka sosiologi pengetahuan John B. Thompson, dalam Studies in the Theory of Ideology (1985), kurang didayagunakan Nur Khalik untuk mempertajam hasil analisis. Kendati disajikan dengan langgam subjektivitas yang meledak-ledak, buku ini tergolong karya teologi pembebasan tahap keempat. Refleksinya sudah menggunakan metode analisis nonmarxis, berangkat bukan dari dogmatisme agama, melainkan keprihatinan iman wong kesrakat, dan menyantuni heterogenitas agama dalam perjumpaannya dengan Islam.

Oleh: J. Sumardianta (Pustakawan, tinggal di Yogyakarta)