Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Otobiografi Dr. Batara Simatupang & Kumpulan Tulisan

Otobiografi Dr. Batara Simatupang & Kumpulan Tulisan
Penulis: Batara Simatupang
Penerbit: Yayasan Del, 2012, 439 + xv halaman

Keputusan menyakitkan itu diterbitkan pada 4 Oktober 1966. Melalui sebuah proses yang tak jelas prosedurnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Warsawa, Polandia, mencabut paspor 11 mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negara itu. Alasannya, para mahasiswa itu, ''Telah menunjukkan iktikad tidak baik dan tidak memenuhi kewajiban untuk mengikuti screening."

Beberapa hari sebelumnya, Kedutaan Indonesia di Polandia menginstruksikan para mahasiswa Indonesia untuk mengikuti proses screening yang akan dilaksanakan oleh sebuah panitia khusus. Mereka yang tak hadir langsung mendapat ganjaran keras: dicabut paspornya. Praktis, sejak itu, 11 mahasiswa tersebut tidak punya kewarganegaraan alias stateless.

Satu di antara mereka adalah Batara Simatupang, asisten dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Ia sedang belajar di Fakultas Ekonomi Universitas Warsawa untuk meraih gelar doktor. Di bawah bimbingan Profesor Wodzimierz Brus, Batara mengambil spesialiasi ekonomi politik sosialisme.

Dengan pencabutan paspor itu, yang tak bisa dilepaskan dari gonjang-ganjing politik di indonesia pada 1965, studi Batara berantakan. Selama beberapa tahun, pria kelahiran 25 Mei 1932 itu memang masih bisa tinggal di Polandia, berbekal dowod tosamosci, semacam KTP pengganti untuk orang yang stateless. Namun, pada 1971, ketika izin KTP pengganti itu habis dan tak bisa diperpanjang, mau tak mau Batara mesti meninggalkan Polandia.

Sabtu pekan lalu, Batara mengisahkan kembali cerita pencabutan paspornya itu tanpa aura kemarahan atau dendam. Dalam syukuran ulang tahunnya yang ke-80 di Hotel Sultan, Jakarta, ia justru lebih banyak tertawa. Kini Batara Simatupang adalah warga negara Belanda. Dia dikenal sebagai ahli ekonomi dengan spesialisasi ekonomi sosialis. Meraih gelar doktor dari Universitas Amsterdam pada 1991, Batara menulis disertasi mengenai kemunduran ekonomi Polandia pada 1971-1982.

Pada peringatan hari lahirnya itu, Batara juga meluncurkan buku biografi yang ditulisnya sendiri. Berjudul Otobiografi Dr. Batara Simatupang & Kumpulan Tulisan, buku ini terbagi ke dalam dua bab besar. Bab pertama berisi cerita perjalanan hidupnya, dari masa kecil di Pematang Siantar, Sumatera Utara, sampai pencapaiannya sebagai ahli ekonomi di Belanda. Bab kedua berisi kumpulan tulisannya mengenai ekonomi Polandia, kegagalan Uni Soviet, dan perkembangan ekonomi di Asia.

Bagi masyarakat awam, membaca bab pertama buku ini jelas lebih menarik. Pasalnya, kisah hidup Batara sangat berwarna, penuh tanjakan dan tikungan, juga onak dan duri. Menurut Emil Salim, ahli ekonomi yang pernah menjabat sebagai menteri di era Orde Baru, sebagai bagian dari generasi 1930-an yang mengalami pergantian tiga zaman, Batara Simatupang tumbuh dengan prinsip bahwa pendidikan adalah hal yang utama.

''Batara mengalami rasanya sebagai inlander yang tak punya harga diri pada masa penjajahan Belanda, juga penderitaan di masa Jepang, sehingga akhirnya ia merasa harus mengubah diri melalui kemampuan otaknya,'' kata teman kuliah Batara di UI itu.

Batara lahir dalam sebuah keluarga sederhana. Ayahnya seorang pegawai kantor pos, sedangkan ibunya adalah wanita sederhana yang buta huruf. Meski tidak kaya, sejak semula ayah Batara menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Tak mengherankan, Batara dan saudara-saudaranya rata-rata mencapai pendidikan sangat tinggi --bahkan untuk ukuran orang Indonesia sekarang. Sejumlah saudara Batara mendapat beasiswa untuk belajar di luar negeri. Sementara itu, salah satu kakak Batara, Tahi Bonar Simatupang atau dikenal sebagai T.B. Simatupang, pernah menjadi Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia pada 1950-1954.

Batara belajar di Fakultas Ekonomi UI dan setelah lulus menjadi asisten dosen di almamaternya. Pada 1959, bersama 12 asisten dosen dari fakultasnya, Batara dikirim belajar ke Amerika Serikat. Ikut serta dalam rombongan ini adalah Emil Salim. Sementara Emil belajar ekonomi pembangunan di Universitas California, Batara belajar ekonomi industri di Universitas Stanford.

Sekitar dua tahun di sana, Batara menerima surat dari Profesor Sadli, guru besar UI. Sadli memberitahukan bahwa UI tak memperpanjang beasiswanya di Stanford dan justru memintanya pindah ke Yugoslavia untuk mempelajari ekonomi sosialis. Batara, yang waktu itu terpesona oleh sosialisme, segera menuruti perintah Sadli. Ia tiba di Yugoslavia musim panas tahun 1961 tanpa surat rekomendasi resmi dari UI. Akibatnya, studinya di negara itu tak lancar dan tertatih-tatih.

Ia lalu pindah ke Polandia untuk belajar di Universitas Warsawa. Sayang, ketika studinya sudah mengalami kemajuan, paspornya dicabut. Batara kemudian pindah ke Jerman Barat dan mendapat suaka politik di sana. Selama sekitar enam tahun, ia menjadi pekerja kasar --dari kurir percetakan, pekerja pabrik cat, sampai asisten reparasi atap rumah-- bukan hanya untuk bertahan hidup, melainkan juga untuk ''terapi fisik''. ''Terapi kerja fisik ini saya perlukan untuk menenangkan diri dari kerisauan dan ketidaksenangan psikis sebagai akibat situasi pribadi,'' ungkap Batara.

Beruntung, ia kemudian bisa pindah ke Belanda dan melanjutkan karier intelektualnya. Dalam usia 59 tahun, akhirnya ia meraih gelar doktor yang berkali-kali tertunda. Sesudah itu, Batara meraih reputasi sebagai ahli ekonomi sosialis, terutama untuk ekonomi Polandia.

Buku otobiografi ini ditulis dengan cara tutur yang sederhana dan rendah hati, tanpa kesan heroik sama sekali. Inilah yang membedakannya dari biografi kebanyakan, yang hampir selalu berisi puja-puji atas jasa sang tokoh yang sedang dikisahkan. ''Buku ini hanya berisi pengalaman hidup saya di luar negeri,'' tutur Batara. Selain itu, dalam buku ini Batara juga tak menumpahkan kemarahan atas kezaliman yang ditimpakan kepadanya. ''Buku ini hanya berisi fakta-fakta yang saya alami, tanpa kemarahan dan dendam,'' ungkapnya.

Haris Firdaus