Jual Buku Madiun 1948: PKI Bergerak
Judul: Madiun 1948: PKI Bergerak
Penulis: Harry A. Poeze
Penerbit: YOI, 2012
Tebal: 442 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312
PIN BBM: 5244DA2C
Cerita tentang pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 tetap menarik dikaji. Soalnya, meski pada saat itu Presiden Soekarno marah atas peristiwa ini, ia tidak menjadikan PKI sebagi partai terlarang, seperti ketika Soekarno melarang Masyumi. Bagi Soekarno, pemberontakan PKI Madiun dianggap sebagai ancaman serius bagi Indonesia yang baru merdeka.
Penulis: Harry A. Poeze
Penerbit: YOI, 2012
Tebal: 442 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
Harga: Rp. 100.000 (blm ongkir)
SMS/WA: 085225918312
PIN BBM: 5244DA2C
Cerita tentang pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 tetap menarik dikaji. Soalnya, meski pada saat itu Presiden Soekarno marah atas peristiwa ini, ia tidak menjadikan PKI sebagi partai terlarang, seperti ketika Soekarno melarang Masyumi. Bagi Soekarno, pemberontakan PKI Madiun dianggap sebagai ancaman serius bagi Indonesia yang baru merdeka.
Setelah percobaan kudeta yang gagal itu, PKI masih tetap eksis sebagai partai politik yang dipimpin D.N. Aidit. Ia berhasil mendekati Soekarno, setidaknya sampai 1965. Sebelum meletus G-30-S, Aidit dikenal sangat loyal pada Soekarno. Kedekatan Aidit-Soekarno ini seolah menghapus luka politik akibat tragedi Madiun 1948.
Aidit beralasan, peristiwa Madiun adalah peristiwa lokal, bukan peristiwa kudeta nasional untuk mengganti pemerintahan yang sah. Poeze menyatakan bahwa penyebutan "peristiwa Madiun" versi Aidit ini adalah kesalahan. Dalam hal ini, Aidit terbukti lihai memakai bahasa untuk mengonstruksi paradigma baru.
Ia memanipulasi tanda lewat bahasa. Tujuannya, demi mengamankan posisi PKI. Aidit berhasil membangun kembali PKI yang hancur pasca-Madiun 1948. Soekarno bahkan membuat jargon Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunis) untuk menyatukan tiga elemen fondasi kebangsaan yang khas Indonesia.
Aktor utama di balik pemberontakan Madiun adalah Moeso, tokoh komunis yang baru kembali ke Indonesia pada 10 Agustus 1948. Sebelumnya, dia melanglang buana ke Rusia, menjadi penasihat politik untuk urusan Indonesia dan menjadi anggota Komunisme Internasional. Di Surabaya, ia membangun kembali PKI dari puing-puing peristiwa 1926.
Dalam waktu singkat, Moeso berhasil membangkitkan kembali asa PKI. Ia mengorganisasi seluruh kekuatan politik kiri di Indonesia untuk bergabung dengan PKI. Pada saat itu, anggota PKI berhasil menyusup ke berbagai partai, termasuk Amir Sjarifoeddin yang menjabat sebagai perdana menteri.
Pemberontakan itu meletus karena lepasnya jabatan Amir Sjarifoeddin. Ini bisa dianggap memperlemah posisi dan kepentingan PKI di mata Soekarno dan Hatta. Sebab kabinet Hatta tidak mengikutsertakan komunis. Moeso menganggap pemerintahan Soekarno-Hatta borjuis.
Mengapa pemberontakan itu gagal, padahal dalam waktu singkat Moeso berhasil menggalang kekuatan massa dengan pidatonya yang agitatif. Kuat dugaan, Moeso gagal melakukan pemetaan politik atau justru kondisi di internal PKI tak bisa lagi dikendalikannya. Berbagai organisasi kiri yang bergabung dengan PKI mulai menampakkan kepentingan kelompok.
Alasan lain, karena kekecewaan Moeso pada Uni Sovet, yang memberinya restu untuk mereorganisasi PKI di Indonesia tapi tidak memberikan bantuan tatkala PKI dihancurkan pemerintah. Poeze menganggap pimpinan PKI terlibat dalam tragedi itu. Setidaknya, pemikiran Moeso menjadi landasan epistemologis kenapa jalan revolusi itu dipilih sebagai sebuah gerakan.
Sebelumnya, Moeso berencana mengajak elemen politik kiri untuk bergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR). Ini pun dianggapnya tak akan cukup mampu melakukan revolusi, sehingga dia berencana membentuk Front Nasional (FN) dengan mengajak Masyumi dan PNI bergabung. Dua partai besar itu ternyata menolak.
Poeze meneliti pemberontakan Madiun dengan dukungan data yang sulit dilacak. Dalam penelitian itu, ia ibarat berhasil "sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui". Ia meneliti Tan Malaka selama 40 tahun, sekaligus melahirkan buku yang membuka kotak pandora sejarah yang menyangkut PKI dan gerakan kiri lainnya.
Penelitian Poeze melegitimasi pandangan politik Orde Baru bahwa peristiwa Madiun adalah kudeta PKI terhadap pemerintah. Dalam kesimpulan yang demikian, kita sebetulnya tidak menerima sebuah "kebaruan". Yang menarik adalah berbagai data yang menunjukkan kompleksitas anasir-anasir penyebab meletusnya pemberontakan itu.
Junaidi Abdul Munif
Peneliti el-Wahid Center, Universitas Wahid Hasyim, Semarang
Peneliti el-Wahid Center, Universitas Wahid Hasyim, Semarang